POV Jisoo.
Halo, perkenalkan nama aku Hong Jisoo. Disini izinkan aku bercerita tentang hubunganku dan Seokmin dari sudut pandangku, karena rasanya tidak adil jika aku dihakimi tanpa kalian mendengar cerita dari sudut pandangku.
Sebelum aku memulai cerita, aku ingin memberitahu kalian bahwa sekarang aku ada di cafe yang dahulu aku dan Seokmin sering kunjungi dan di depanku ada lelaki berhidung mancung yang berusia 2 tahun lebih muda dariku, ya tentunya lelaki yang aku sayang. Lee Seokmin.
Aku masih ingat pertemuan pertamaku dengan Seokmin, waktu itu dia adalah barista salah satu coffee shop yang ada di dekat kampusku. Semasa kuliah, aku bukan anak yang dikenal dimana-mana, teman dekatpun bisa dihitung jari ya jadi wajar saja kalau aku tidak mengenal adik tingkatku. Waktu itu aku datang bersama Jeonghan dan Jeonghanlah yang memperkenalkanku dengan barista tampan tersebut, Jeonghan bilang Seokmin adalah teman main pacarnya, Seungcheol. Setelah berkenalanpun tidak ada interaksi yang banyak diantara kami, kalau diingat-ingat lagi setelah momen berkenalan itu aku tidak pernah bertemu dengannya lagi sampai satu waktu. Ceritanya gini, Jeonghan mengajakku untuk mengerjakan tugas kelompok di kos milik Seungcheol dan aku mau-mau saja karena Seungcheol juga teman satu kelompokku. Sekitar pukul 8 malam ada satu lelaki yang masuk kedalam kamar kos Seungcheol dan bertingkah seolah-olah dia pemilik kamar kos ini dan lelaki itu adalah Seokmin. Setelah mengerjakan tugas, Seungcheol menyuruh Seokmin untuk mengantarkanku pulang karena Jeonghan akan menginap di kos miliknya dan Seokmin mengiyakan perintah Seungcheol. Cerita kami dimulai disini.
Semenjak peristiwa aku diantar pulang oleh Seokmin, aku dan dia jadi sering bertukar pesan dan membahas hal penting sampai tidak penting. Seokmin memiliki pribadi yang menyenangkan dan sopan, siapapun yang mengenalnya akan mengatakan hal yang sama seperti yang aku bilang barusan. Berteman dengan Seokmin merubah pandanganku dan pola pikirku tentang banyak hal. Seokmin itu dewasa dan mungkin hal-hal yang aku sebut barusan adalah alasan mengapa aku jatuh cinta kepada lelaki tersebut.
Aku masih ingat waktu dia mengajakku berpacaran waktu itu, “Kak Jisoo, aku butuh ngomong serius. Kalau aku gak ngomong sekarang aku gak bisa tidur. Kak, tau gak kalau aku suka sama kamu? Aku mau ajak kamu pacaran tapi ini bukan permintaan jadi kamu gak bisa nolak.” Ya tidak romantis sih, tapi aku juga tidak bisa menolak.
Semenjak berpacaran dengan Seokmin, aku merasa bahwa aku adalah pria paling beruntung sedunia. Pernah tidak ada lelaki yang rela menyetir mobil Depok-Surabaya untuk meminta masakan sup ayam buatan mama kamu, karena kamu sakit dan rindu masakan mama? Aku pernah dan lelaki itu adalah Seokmin. Malam itu aku sakit panas dan sedari kecil kalau aku sakit panas, mama akan memasak sup ayam dan secara ajaib kamu akan sembuh dalam kurun waktu satu malam. Makanya waktu itu, Seokmin menyetir dari Depok ke Surabaya untuk meminta sup ayam itu karena tadi Seokmin sudah mencoba untuk memasaknya sih tapi gagal, rasanya tidak sama seperti yang mama buat. Mungkin, itu adalah alasan kenapa mama dan papa sangat menyayangi Seokmin.
“Jisoo, apa yang mau kamu omongin?” Suara Seokmin memasuki telingaku.
Aku tersentak kaget, “Maaf-maaf, langsung aja kali ya?”
“Iya, Jisoo.”
“Kamu beneran setuju sama rencana mas Seungwoo dan Wooseok?”
Seokmin menganggukkan kepalanya, “iya.”
“Kenapa, Seok?”
“Ya karena aku sayang sama kamu, Jisoo.” Lelaki didepanku tersenyum manis, manis sekali. “Kamu bilang kan kalau aku harus jujur tentang perasaan aku? Iya itu jawabannya. Aku sayang sama kamu.”
Senang. Aku senang mendengar fakta bahwa rasa sayangku masih terbalas.
“Tapi kenapa kamu malah setuju, Seok? Kata kamu kalau kamu gak setuju Wooseok mau nerima perjodohan ini?”
“Jisoo, aku gak mungkin ngorbanin kebahagiaan kamu, Seungwoo dan Wooseok untuk kebahagiaan aku sendiri. Aku mau egois tapi gak sejauh itu.”
“Kalau aku bilang kebahagiaan aku itu di kamu, gimana Seok?” There. I said it.
Lagi-lagi dia tersenyum manis, “Jangan ya, Jisoo. Aku udah sering nyakitin kamu. Seungwoo baik kan ke kamu? Ke Jungwon? Gak pernah bohong kan? Gak pernah selingkuh juga? Semua perlakuan jahat yang aku lakuin ke kamu gak pernah kan Seungwoo lakuin? Jadi, aku mohon untuk kali ini Jisoo, kamu itu orang baik dan Seungwoo orang baik.”
“Seok, please? Aku bukan orang baik. Aku gak dateng waktu kita anniversary dan ngebuat kamu nunggu berjam-jam, parahnya aku gak dateng waktu Abah meninggal.”
“Anniversary itu juga salah aku, harusnya aku tau kamu baru naik jabatan pasti lagi sibuk-sibuknya kan? Harusnya aku ubah ke weekend tapi malah terlalu bahagia kayaknya jadi gak diubah deh.”
“Seok...”
“Aku tau kok waktu Abah meninggal kamu di Singapore kan? Jungwon sakit dan butuh perawatan makanya kamu gak bisa hadir. Maaf ya, aku bukan ayah yang baik buat Jungwon karena gak disana pas dia sakit dan bukan suami yang baik karena gak bisa nemenin kamu disana, pasti berat ya Soo harus rawat Jungwon? Maaf banget aku gak ada disana pas kamu butuh aku.”
Aku menangis. Bagaimana dia bisa tahu tentang ini?
“Gak usah bingung, aku tau dari Ibu. Ibu cerita kemarin waktu aku kesana. Aku juga tau sebulan setelah Abah meninggal kamu ke Garut kan? Nemuin Ibu dan minta maaf ke Ibu, kamu juga ziarah ke makam Abah. Makasih ya, Jisoo karena udah sayang ke Ibu dan Abah. Diatas sana Abah pasti kangen juga sama kamu. Kamu kok maunya rahasiain dari aku sih?”
Sialan, menangis tersedu-sedu di cafe membuatku seperti orang bodoh.
“Seok, aku sayang sama kamu.”
“Iya, makasih ya Jisoo.”
“Aku mau putusin Seungwoo dan balik ke kamu. Aku gak masalah tentang masa lalu kamu, Seok.”
“Kamu mau denger enggak tentang Sunwoo dan mamanya?”
Aku menganggukan kepala, “Mau.”
“Waktu itu aku party, aku minum banyak karena baru putus dari mantan aku.”
“Wooseok?” Aku menyela ceritanya.
“Iya. Aku dulu kacau banget, namanya juga anak baru lulus SMA, masih belum stabil ya pas itu aku sedih banget gatau mau ngelampiasin kemana ya akhirnya aku lampiasin ke minum-minum. Gak inget minum berapa banyak, dulu aku juga gatau aku kuat berapa gelas kan soalnya baru beberapa kali minum. Pas minum banyak banget berbotol-botol aku gak inget apa-apa, pas bangun aku ada disalah satu kamar yang ada di rumah itu. Itu doang yang aku inget, aku bahkan gatau kalo ada perempuan. Beberapa tahun setelahnya, pas aku udah nikah sama kamu tiba-tiba Sejeong chat aku bilang kalau ada perempuan yang ngaku-ngaku kalau dia punya anak dari aku. Aku kira dia prank ke aku, aku dm lah orangnya dan dia langsung ceritain semuanya, tentang aku yang mabok parah dan apa aja yang aku sama dia lakuin malem itu. Dia juga bilang kalau dia mau pindah dan gak bisa bawa Sunwoo ke luar negeri karena suaminya yang larang, disitu aku bingung banget ya mau gimanapun kan Sunwoo anak aku, masa gak mau aku ambil? Tapi pikiran aku bercabang, aku harus bilang apa ke kamu? Aku harus bilang apa ke Abah sama Ibu? Malem itu juga aku telfon Wooseok, yang ada diotak aku cuma dia doang yang bisa bantu. Setelah Wooseok sampai di Jakarta, aku sama dia ke panti dan ketemu sama Sunwoo. Aku tes dna dulu buat yakinin kalau itu anak aku dan pas keluar hasilnya aku nangis, disatu sisi aku ngerasa bersalah karena ngeraguin Sunwoo dan disisi lainnya aku juga ngerasa bersalah karena harus bohong ke kamu. Setelah tau itu anak aku, aku telfon abah dan ibu, mereka nangis karena tau kelakuan anaknya wakth remaja, mereka juga marah sama aku. Setelah nelfon dan minta maaf ke Abah sama Ibu, aku langsung bilang ke kamu kalau mau adopsi anak dan disitu kamu setuju. Sumpah demi Tuhan, aku gak ada niatan buat bohongin kamu. Aku ada rencana mau bilang ke kamu disaat yang tepat, gataunya kamu malah tau duluan.”
Oh God. Ada perasaan menyesal setelah mendengar cerita Seokmin. Harusnya dulu aku mau dengar cerita dari dia. Mungkin, mungkin saja kalau dulu aku tidak keras kepala dan mau mendengar cerita dari Seokmin, hubungan kami tidak akan berakhir seperti ini. Bisa saja, kami masih menjadi keluarga yang harmonis.
Aku memukul kepalaku dengan kencang, “Oh stupid me.”
Seokmin menarik tanganku dan mengelusnya dengan lembut, “Jangan dipukulin kepalanya, nanti sakit. Waktu kamu ninggalin aku, dunia rasanya hancur. Aku gak mau makan, gak mau minum. Bahkan gak mau ketemu dan ngeliat Sunwoo, karena yang ada diotak aku dia yang bikin kamu ninggalin aku.”
“Seok, maaf.”
“Gapapa, udah lewat juga.”
“Kalau dulu aku dengar cerita kamu, sekarang kita masih bareng kali ya Seok?”
Seokmin tertawa mendengar pertanyaan bodoh yang keluar dari mulutku barusan, “Bisa jadi? Kalau kita gak berjodoh ya bisa aja udah pisah juga tapi karena masalah lain. Iya kan?”
“Seok, ayo kita ulang cerita kita lagi? Aku mohon.”
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Seokmin hanya tersenyum dengan jarinya yang masih sibuk mengelus tanganku.