Seokmin pov

Sabtu pagi, jam menunjukkan angka 10.30 dan gue sekarang ada di mobil Minghao.

“Jangan nangis ya nyet nanti.” Gue tau Minghao hanya meledek gue jadi gue tidak menjawab ucapan tersebut

“Gue sih yang nangis kayaknya.” Ucap Mingyu

“Lebay.”

Gue membuka ruang obrolan dengan Kak Jisoo di whatsapp, katanya dia sudah sampai dan akan menunggu gue di starbucks jadi gue hanya membalas acungan jempol saja.

“Nanti ketemu dimana?”

“Starbucks, kalian mau ikut gue?”

Kedua sahabat gue menggelengkan kepalanya, “liatin dari jauh aja.”

“Kayaknya Kak Jisoo juga sadar kalo kalian liatin.”

“Iya gapapa, yang penting kan lo dapet momen berdua.”

Sesampainya di bandara gue buru-buru melangkahkan kaki kearah starbucks, mata gue memicing ke segala arah mencari sosok Kak Jisoo dan gue menemukannya di bangku paling ujung.

Kak Jisoo menggunakan kemeja dengan lengan digulung, sumpah demi Tuhan gue tidak rela lelaki ini pergi jauh.

“Loh cil katanya sama temen-temen lo?”

“Iya, tapi mereka lagi beli makan dulu.”

“Oh gitu.”

Hening. Gue memilih diam daripada membuka percakapan dan sepertinya lelaki didepan gue juga melakukan hal yang sama.

“Pesawat lo jam berapa?”

“30 menit lagi.”

“Oh gitu ya.”

“Iya.”

“Kak?”

Gue akan memberanikan diri, kata Chaeyeon mendingan malu sekarang daripada nyesel nantinya.

“Iya Seok?”

“Makasih ya.”

“Untuk?”

“Semuanya. Makasih udah jadi role model gue, makasih udah ngebantu gue dari segi akademik maupun enggak, makasih udah ngeluangin waktu buat nonton gue ngeMC padahal lo lagi sibuk waktu itu, makasih untuk uangnya? Sejujurnya uang dari lo 100% gue sumbangin ke kitabisa jadi gue gak pake.”

“Sama-sama ya cil.”

Ngomong gak ya? Katanya gak mau nyesel tapi gue takut banget.

“Kak?”

“Iya?”

Gue menghela nafas, “sejujurnya gue pengen nahan lo tapi kata Younjung itu egois.”

“No, gak egois.”

“Iya, tapi udah telat juga kan? Jadi ya gapapa. Kalau gue diposisi lo gue yakin lo bakal ngelakuin hal yang sama kaya yang gue lakuin kan?”

Kak Jisoo menganggukan kepalanya, “iya.”

“Gue gak tau sih apa gue boleh ngomong ini atau enggak but i adore you. In a romantic way.”

Tidak ada wajah terkejut, sial berarti selama ini dia tau dong?

“Iya, makasih ya Seokmin. Gue juga sayang sama lo, tapi gue gak bisa janji apa-apa sama lo sekarang. Jadi, terbang yang tinggi ya Seok? Kalau emang kita mean for each other kita bakal ketemu lagi kok. Tapi gue mohon sama lo jangan tungguin gue ya?”

Gue mengangguk setuju, “Iya, thanks ya kak.”

“Gue juga makasih sama lo.”

Gue hanya tersenyum, “jadi farewell nih?”

Lelaki didepan gue hanya tertawa, “For now.”

“Yah yakin gak selamanya?”

“Jangan gitu. Kita gak tau apa yang bakal terjadi besok atau 5 menit lagi. Jadi farewellnya untuk sekarang aja.”

“Okay.”

Gue menatap laki-laki didepan gue, sangat disayangkan kalau dia gak bisa jadi milik gue.

“Pesawat gue bentar lagi.”

Waktu gue dan dia hanya sebentar, sangat sebentar. Gue menyayangkan momen dimana gue menjadi pengecut.

“Iya, yaudah sana.”

Kak Jisoo memberikan gue satu tas belanja, “buat lo.” gue mengerutkan kening “kenang-kenangan.”

Sialan.

“Yah gak bilang, tau gitu gue kasih hadiah juga.”

Dia tertawa lagi, suaranya merdu dan gue akan simpan suara itu didalam otak gue.

“Gak perlu, sini peluk?”

Gue mendekatkan tubuh gue dan gue menarik tubuh Jisoo kedalam pelukan, “safe flight kak.”

Dia mengelus punggung gue dengan lembut, “makasih seok, jangan lupa belajar yang rajin dan lulus tepat waktu ya.”

Dia melepaskan pelukannya dan mengelus rambut gue, “good luck cil, i love you.”

Ucapan tadi menutup kisah Seokmin dan Jisoo.

“Its completely done.” Gue memperhatikan punggung lelaki kesayangan gue yang makin lama makin mengecil sebelum akhirnya hilang.

“I love you too, kak.”