heavenspile

Younjung tersenyum ketika matanya bertemu dengan Junhui, pacar sahabatnya di depan kamar kosnya.

“Jun kangeen, kemana aja lo?”

Jun menarik tubuh Younjung kedalam pelukan, “Younjung, gue juga kangen sama lo. Maaf ya gue sibuk skripsian nih.”

“Yo, lo mau mandi dulu?” Tanya Minghao sambil mengacak rambut Younjung

“Iya, anak-anak mana?”

Minghao mengisyaratkan Younjung untuk lihat sendiri kedalam kosnya, “tidur.”

“Nanti bangunin anak-anak 15 menit lagi ya, biar gue selesai mandi bisa langsung cabut.”

“Sip, mandi gih.”

Younjung memasuki kamar kosnya dan menggelengkan kepalanya, ada Seokmin dan Sejeong yang tertidur diatas kasur miliknya, Chaeyeon yang tertidur diatas sofa dan Mingyu yang tertidur di lantai disamping sofa.

“Kayak penampungan ya yo?”

Younjung tertawa, “kalo gak ada kak jun lo tidur disamping Mingyu.”

“Bener sih.”

Butuh waktu 30 menit untuk Younjung membersihkan dirinya, tepat saat ia selesai membersihkan diri teman-temannya sudah siap dengan tas ditangannya masing-masing.

“Yo, dandan gak? Mau pesen grab nih?”

“Gak usah ah males, pesen grab aja Je.”

“Sip, posisi abang grabnya di pertigaan.”

“Yaudah kalian tunggu diluar gih, gue beresin kamar dulu.”


Mobil yang ditumpangi mereka memasuki pekarangan apartment mahal yang menurut Mingyu apartment ini hanya untuk orang-orang kelas atas.

“Sore kak.” Seokmin menyapa Jisoo dengan tersenyum manis

“Malem kali cil, langsung keatas aja ya ketemu dulu sama Pak Seungcheol biar kalian gak kemaleman.”

Seokmin menganggukan kepalanya, “rame tapi kak, gapapa?”

“Gapapa.”

Mereka menaiki lift dan turun di lantai 20.

“Kamu yang namanya Younjung ya?” Tanya Jisoo saat melihat perempuan asing yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

“Iya pak, temennya Seokmin.”

“Senang ketemu dengan kamu, Seokmin cerita banyak.” Ucap Jisoo sambil menepuk pundak Younjung pelan.

“Kalo saya kenal gak pak?” Tanya Jun

“Kenal lah, skripsimu gimana?”

Jun tertawa, “Proses pak, nanti saya tanya-tanya bapak boleh gak?”

“Boleh, selama saya bisa bantu nanti saya bantu.”

“Mantap. The best dah emang bapak.”

Mereka sampai didepan pintu dengan nomor 2001 lalu Jisoo menekan bel tersebut.

Pintu terbuka dan menampilkan lelaki berumur 30an, “eh langsung masuk aja yuk.”

Mingyu mendorong tubuh Seokmin, “lo duluan, kan lo yang pernah kesini.”

“Ck, iyeiye.”

Seokmin tersenyum saat matanya bertemu dengan mata Jeonghan, “halo kak.”

“Seokmin kamu kemana aja? Kok gak pernah main kesini sih?”

“Hehehe iya kak, sibuk kuliah.”

Jeonghan mengedarkan pandangannya, “ini temennya Seokmin semua ya?”

Serentak semua teman-temannya menganggukan kepalanya, “iyaaa kaaak.”

“Salam kenal ya aku Jeonghan, tunangannya Seungcheol. Seungcheolnya lagi di kamar sebentar lagi keluar sama Samuel.”

Seokmin mengerutkan keningnya, “Samuel?”

“Anak gue.”

Seungcheol keluar dari kamarnya dengan tangan menggandeng Samuel, “Oh udah pada sampe? Mau langsung cabut apa gimana?”

“Eh jangan cabut dulu, tadi gue bikin cookies banyak kalian bawa ya buat nyemil di jalan?”

“Gapapa kak? Kita sih seneng dikasih.”

“Gapapa, kalian tunggu di ruang tamu dulu ya. Gue siapin bentar.” Ucap Jeonghan sambil menarik tangan Jisoo kearah dapur

“Kalian main sama Samuel dulu gapapa? Gue mau ambil kunci mobil.”

“Eh? Gapapa kakk, gue seneng main sama anak kecil.” Sahut Sejeong

“Okay titip ya.” Seungcheol pergi meninggalkan mereka di ruang tamu penthouse miliknya.

Mingyu mengedarkan pandangannya, “Gokil ni penthouse, kerjanya apa ya?”

“Bos kali ya.” Sahut Chaeyeon dengan mata kagum melihat Samuel.

Seungcheol berjalan menghampiri Jisoo dan Jeonghan yang asik berbincang, “Samuel keliatan nyaman main sama mereka.”

Mata Jisoo terpaku kearah Seokmin yang sedang asik bermain dengan Samuel yang berumur 8 tahun, lebih tepatnya Seokmin mengajarkan trik sulap yang membuat Samuel kagum dan merengek minta diajarkan.

“Samuel, kamu bisa bahasa G gak? Mau kak Mingyu ajarin gak?” Sayup sayup suara Mingyu terdengar.

Chaeyeon memukul kepala Mingyu dengan botol aqua yang sudah habis, “Jangan macem-macem, gyu.”

“Bercanda elah.”

Ada rasa sedih melihat interaksi Seokmin dan teman-temannya, disitulah Seokmin harusnya berada. Menikmati masa mudanya dengan bermain bersama teman-temannya. Bukan dengan Jisoo.

“Tempatnya memang disitu.” Seungcheol menepuk pundak Jisoo, “Egois kalau lo mau rampas masa mudanya.” Lanjutnya.

Jisoo tau dan sumpah Jisoo sama sekali tidak berniat merampas masa muda Seokmin.

Jeonghan tersenyum miris, “You know that lo bisa cari yang lain, right? Yang udah siap untuk menikah bukan anak umur 20an yang masih nikmatin masa mudanya.”

“I know, han.”

“But its hard, right? Lo takut dan bahagia di satu waktu. Pilihan di tangan lo dan lo tau kan apapun yang lo pilih gue dan seungcheol akan selalu dukung lo?”

Jisoo menganggukan kepalanya, “I know.”


“Heey, ini cookiesnya udah siap. Mau langsung berangkat?”

Seokmin menganggukan kepalanya, “iya kak, udah malem juga.”

“Yaudah yuk gue anter ke parkiran.” Seungcheol mengarahkan mereka keluar dari penthouse dan berjalan ke tempat parkir.

“Siapa yang nyetir malem ini?”

Minghao mengangkat tangannya, “gue kak.”

Seungcheol tersenyum dan menyerahkan kunci mobilnya, “hati-hati ya bawanya. gue gak masalah kalo mobil ini lecet atau rusak tapi kalian jangan sampe luka atau kecelakaan oke?”

Serentak tujuh kepala menganggukan kepalanya, “siap kak, makasih banyak ya.”

“Sama-sama, kalo pegel nyetir gantian ya hao.” Pesan Seungcheol

“Siap kak.”

Chaeyeon, Younjung dan Sejeong duduk di kursi belakang, Mingyu dan Seokmin di kursi tengah dengan kantong cemilan dan tas yang tidak muat di bagasi. Jun dan Minghao duduk di depan.

“Yaudah, cabut ya kak. Makasih semuanyaa!” Seokmin melambaikan tangannya sambil tersenyum

Jisoo tersenyum, “hati-hati ya.”

“Siap bos.”

Mingyu tersenyum saat melihat notifikasi di handphonenya, Mingyu, gue udah sampe.

Mingyu memasuki cafe yang terletak di jakarta timur dengan membawa satu tas belanja bertulis H&M yang dia ambil dari kos Chaeyeon.

“Hai Won.” Sapa Mingyu dengan menarik kursi di depan lelaki berkaca mata.

“Eh gyu.” Lelaki berkacamata dan bertubuh mungil tersenyum melihat Mingyu.

“Kamu udah pesen?”

Kamu.

Kamu.

Kayaknya emang udah jadi suatu kebiasaan buat mereka berdua memakai kata “aku-kamu” daripada “lo-gue” kalo sedang bertemu tatap muka seperti ini.

“Udah kok, tadi aku pesenin punya kamu juga gyu. Kayak biasa kan?”

Mingyu menganggukan kepalanya, “Masih hafal aja?”

Wonwoo memutar bola matanya, “kita pacaran 5 tahun gyu, dari kita duduk di bangku SMP.”

“Iya.”

Mingyu tersenyum, senang sekali mengetahui kalau Wonwoo masih ingat kebiasaan kecil dan hal yang disukainya. Ternyata bukan hanya Mingyu yang masih ingat kebiasaan kecil Wonwoo.

“Aku bawa ini.” Mingyu menyerahkan tas belanja yang daritadi ia bawa.

“Tiba-tiba banget kasih baju? Atau celana?”

“Luarnya doang won, isinya snack sama minuman favorite kamu.”

Wonwoo tertawa, “Masih inget juga ya kamu.”

“Iya laah, mana pernah aku lupa.”

Wonwoo mengeluarkan satu totebag dan memberikannya ke Mingyu, “oleh-oleh dari jogja.”

Mingyu mengerutkan keningnya, “Kan aku dari jogja juga won?”

“Buat temen-temen kamu, salam ya buat mereka.”

“Nanti aku salamin, makasih ya Wonwoo.”

“Sama-sama.”

Hening. Wonwoo memang selalu seperti ini, jarang memulai pembicaraan dan biasanya Mingyu lah yang akan memulai pembicaraan tapi rasanya sekarang dia ingin diam saja dan memperhatikan wajah Wonwoo yang sudah lama ia tidak lihat.

“Minggu depan kamu jadi ke puncak gyu?”

“Iya, sama temen-temen aku. Kamu mau ikut?”

“Mana bisa, aku kan kuliah juga gyu.”

“Sayang banget ya kamu kesininya minggu ini, coba aja minggu depan aku bawa kamu ke puncak won.”

“Nanti kalau liburan kamu ajak aku ke puncak, ya?”

“Jangankan puncak won, ke ujung dunia juga aku ajak kalo kamu mau.”

Wonwoo tertawa, “apaansih lebay.”

“Serius kali.”

“Iya, gyu. Nanti ajak aku keliling dunia ya.”

“Siap, baginda.”

Wonwoo selalu suka Mingyu yang mau mengabulkan permintaannya, selalu seperti ini sejak dulu. Wonwoo ingat waktu itu malam-malam sekali dia ingin keliling Jogja dan ada Mingyu yang siap sedia mengantarkannya keliling Jogja. Wonwoo yakin siapapun yang menjadi pasangan Mingyu nantinya adalah orang yang beruntung.

“kak gue tunggu di cafe yakkk” sent

Wajar aja sih kantor ini banyak diincer fresh graduate, soalnya beneran deh tempatnya tuh aesthetic abis dan di lobi kantornya ada cafe dan indomart. Kalo gue kerja disini, gaji gue abis buat jajan disini doang kali, batin Seokmin.

Seokmin kira cafe di kantor ini bakalan sepi soalnya kan jam pulang kerja ya tapi kok rame banget? Ini mbak sama masnya gak mau langsung pulang aja? Soalnya tuh Seokmin takut banget kalo ada bawahan Jisoo yang ngeliat Jisoo sama Seokmin nanti.

“Seok, udah order?” Jisoo menarik kursi didepan Seokmin sambil tersenyum manis.

“Hah? Ini depan gue apaan kalo bukan pesenan gue.”

Jisoo tertawa, “iyasih.”

“Lo gak mau beli kak?”

“Enggak deh, gue nemenin lo aja.”

“Okay, bukunya mana?”

“Buru-buru banget? Younjung udah pulang emangnya?”

“Yaa sebenernya belum sih, tapi malu tau kak diliatin.” Bisik Seokmin

“Cute, santai aja. Lo tadi kuisnya gimana?”

“Cute apanya dah.” Cibir Seokmin, “Ya biasa aja sih kuisnya.” Lanjutnya

“Bisa?”

Seokmin menggelengkan kepala, “Enggak, tapi hasilnya memuaskan.”

“Kok gitu?”

“Gue tuh gak belajar karena males buka PPT pak Wira, satu PPT tuh 50 slide mending gue tidur. Tapi untung juga gue belajar sama lo kak, jadi inget dikit dikit lah. ” Seokmin mengeluarkan handphonenya dari kantong jaketnya dan menunjukkan nilai kuis yang tadi dikerjakan.

“Wow, keren. Atleast lo cuma salah dua lah ya.” Jisoo mengelus kepala Seokmin dengan lembut, “Good job, cil.”

“Stop manggil gue cil, badan lo sama gue gedean gue kali.”

“Permisi pak, ini pesenannya.” Ucap seorang waitress berambut panjang dengan tersenyum manis kearah Jisoo, sebenernya gak masalah sih tapi kenapa judes banget ngeliatin Seokmin?

Jisoo tersenyum manis, “Makasih ya, Ra.”

“Siapa pak?”

Jisoo melirik Seokmin sekilas sebelum menjawab pertanyaan waitress tersebut, “Adik saya.”

“Oh hahaha, saya kira pacar bapak.”

Jisoo tidak menjawab ucapan barusan dan si waitress pamit pergi dengan senyuman lebar di wajahnya.

Genit banget, belom aja gue colok tuh mata., batin Seokmin

“Seok?”

“Eh iya kak?”

“Kenapa bengong?”

“Lagi mikir.”

“Mikirin apa?”

“Kira-kira jalan pulang macet gak ya? Pegel juga dari sini ke kos Younjung terus pulang ke kos lagi.”

“Hmm, kalo sebelum jam setengah 5 kayaknya gak macet?”

Seokmin melirik jam yang tertera di handphonenya, “Gitu ya? Tapi sekarang udah setengah 5.”

“Younjung udah kabarin lo?”

“Belum, gue jalan kesana aja kali ya?”

“Loh kita belom ngobrol?”

“Lain kali aja kak, kan masih banyak waktu.”

“Be-” ucapan Jisoo terpotong dengan kehadiran seorang laki-laki yang datang menghampiri Jisoo.

“Pak, saya cariin kemana-mana juga, ini tanda tangan dokumen saya mau ada urusan nih.” Ujar lelaki tersebut lalu matanya menatap Seokmin, “Eh sorry pak, ketemu client ya?” Lanjutnya.

“Bukan, ini adik saya.”

“Oh hai, saya Youngjae asisten pak Jisoo.” Lelaki tersebut tersenyum lebar.

Seokmin tersenyum manis, “Halo kak, saya Seokmin.”

“Jae, tunggu diatas nanti saya kesana sebentar lagi.”

“Jangan lama pak.” Youngjae menatap Seokmin, “Mau balik ya? Hati-hati ya Seokmin, jangan ngebut. Dadah!” Lanjutnya sebelum pergi meninggalkan mereka berdua.

“Yaudah, ini bukunya.” Jisoo menyerahkan satu tas berukuran lumayan besar kepada Seokmin.

“Gede ya tasnya, makasih banyak kak.”

“Sama-sama, lo hati-hati di jalan ya Seok. Jangan ngebut, jangan lawan arah dan jangan jalan kalo lampu merah.”

“Iye iye, emangnya gue baru pertama kali naik motor apa.” Cibir Seokmin

“Gak ada salahnya ngingetin kali, sensi banget?”

“Maaf maaf, yaudah gue duluan ya kak. Takut Younjung nunggu kelamaan.”

Jisoo menganggukan kepalanya, “apalagi lo bawa perempuan, jangan sembarangan tuh nyetirnya.” Jisoo menepuk pundak Seokmin lalu mengusap rambut Seokmin dengan lembut.

“Yaaaa, duluan ya. Lo juga baliknya nanti hati-hati.”

“Iya cil.”

“Bye.”

Jisoo memperhatikan tubuh Seokmin yang semakin lama semakin kecil sebelum akhirnya hilang saat Seokmin berbelok kearah kiri.

Marah ya dia? Kok sensi banget?

Seokmin menghela nafasnya sebelum memakai helm berwarna hitam, “gue kenapa gini dah.”

Dulu Seokmin gak percaya sama kalimat yang sering ibu bilang “jadi orang baik ya a, biar dikelilingin sama orang baik juga.” Soalnya dulu Seokmin salah satu saksi Younjung si anak baik dikelilingi orang jahat. Tapi sekarang pikirannya berubah, di sekeliling Jisoo semuanya orang baik.

“Seok, kata Jisoo kamu bisa masak?” Tanya Jeonghan sambil menarik tangan Seokmin ke arah dapur.

“Bisa sih kak, dikit tapiii.”

Jeonghan dan Seungcheol, dua sahabat baik Jisoo sejak duduk di bangku perkuliahan. Katanya sih mereka mau nikah tahun depan, doakan aja ya.

“Sebenernya gue gak mau ngerepotin tamu, tapi Jisoo sama Cheol tuh gak bisa masak. Bantu gue yaaa? Sekalian kita gosipin Jisoo.” Jeonghan mengedipkan satu matanya, mengisyaratkan bahwa ucapan barusan adalah rahasia.

“Hah? Gak repot kok kak, ayo mau aku bantu apa?”

“Soo, adek lo gue pinjem yaaa!” Teriak Jeonghan

“Jangan lecet.”

“BAWEL.”

Jeonghan mengeluarkan alat makan, “lo tata aja itu di meja makan.”

“Katanya masak?”

“Gue berubah pikiran, lo suka spaghetti kan?”

Seokmin menganggukan kepalanya, “Iya.”

“Great, gue masak spaghetti dan order sushi aja di restoran deket sini.”

“Okay?”

Jeonghan memperhatikan Seokmin yang sibuk merapihkan alat makan di meja makan, “bener bener jiplakan jisoo waktu kuliah.”

“Kak, udah nih.”

“Sini duduk, sambil lo liatin gue masak spaghetti.”

“Gak ada yang perlu aku bantu lagi?”

“Nope. Lo mahasiswa Jisoo ya?”

Seokmin menganggukan kepalanya, “iya dulu, kan sekarang kak jisoo udah gak ngajar.”

“Oh gitu, dia kalo ngajar gimana seok?”

“Tegas? Tapi asik juga. Aku gak tau sih boleh bilang ini apa enggak, tapi banyak mahasiswa/mahasiswi yang suka sama kak jisoo.”

“LOH IYAA??”

“Iya, mungkin karena kak Jisoo baik kali ya? Banyak yang salah ngeartiin sifat baiknya itu.”

“I agree, emang dari dulu kayak gitu.”

“Loh iya kak?” Jujur, Seokmin penasaran mahasiswa seperti apa Jisoo dimasa lalu.

“Iyaaa, dari dulu dia emang baik banget. Gak pilih-pilih kalo mau nolong orang, makanya banyak banget yang jadi suka sama dia, kalo bahasa anak sekarang mah baper ya seok?”

“Iya baper kak, emang dasarnya baik sih kak Jisoo.”

“Tapi baru lo doang yang dikenalin ke gue sama cheol.”

“Maksudnya kak?”

“Adadeh.”


Sekarang posisinya gini, di depan Seokmin ada Jeonghan dan disamping Jeonghan ada Seungcheol dan di sebelah Seokmin ada Jisoo.

“Jadi lo semester berapa seok?” Tanya Seungcheol

“Semester 5 kak.”

“Oh mau magang dong ya?”

Seokmin menganggukan kepalanya, “iya tapi belum tau sih mau magang dimana.”

“Di tempat gue aja seok.”

“Eh? Kak Seungcheol kerja di Hwang corp bukan sih? Aku pernah liat Kak Seungcheol disana? Apa salah liat ya?”

“Bukan hahaha, lo liatnya kapan?”

Seokmin mencoba mengingat kapan dia melihat Seungcheol di gedung itu, “kalo gak salah dua minggu lalu deh hari jumat.”

“Oh? Hahaha itu mah pas gue ada rapat sama petinggi situ, gue kerja sebagai auditor di 17. Pernah denger?”

“17? Daerah jaksel ya kak?”

“Iya, itu gue disitu kerjanya.”

“Oooh gitu.”

Jeonghan tersenyum melihat Seokmin yang percaya diri dan tidak malu-malu, sumpah demi Tuhan Seokmin mengingatkannya kepada Jisoo di masa lalu.

“Eh? Lo ke Hwang ngapain?” Kali ini Jeonghan yang bertanya.

“Jemput Younjung kak.”

“Wahhh pacar lo yaa?” Jeonghan tersenyum jahil sambil melirik Jisoo yang sebenarnya sudah tau siapa Younjung itu.

Seokmin membentuk tanda silang di tangannya sambil menggelengkan kepala, “bukan, Younjung sahabat aku dari SMA.”

“Ooh kirain pacarnya, Younjung magang disitu?”

“Kerja kak, baru kerjanya sih.”

“Oh i see, kapan-kapan kalo mau ke Hwang kabarin ya Seok biar kita ketemu dulu.”

“Oke kak.”

Kalau boleh jujur sebenarnya Soonyoung udah lama suka sama Seokmin, malah jauh sebelum Seokmin pacaran sama Jisoo. Kok bisa? Ya bisa aja, soalnya Seokmin dan Soonyoung itu temenan sejak mereka ospek kampus dan sejak itu juga Soonyoung suka sama si anak berhidung mancung itu. Menurut Soonyoung walaupun Seokmin ngeselin banget tapi dia baik, kayak waktu itu, Soonyoung ketinggalan atribut ospeknya dan Soonyoung udah panik banget diotaknya keputar hal-hal buruk yang akan terjadi kaya dihukumlah, dipermaluin didepan maba lain lah tapi pas Soonyoung lagi panik banget ada Seokmin yang muncul entah darimana dan Seokmin disitu kayaknya sadar kalo Soonyoung lagi panik.

“Soon, kenapa?”

Soon.

Soon.

Gak ada yang manggil dia pake panggilan “Soon”, biasanya “Nyong” atau “Unyong.”

“Seok, takut.”

“Kenapa?”

“Tali gue ketinggalan.”

Alih-alih menjawab ucapan Soonyoung, Seokmin malah sibuk ngebuka ranselnya dan ngeluarin tali dan ngasih tali itu ke tangan Soonyoung.

“Eh? Jangan seok, nanti lo dihukum.”

“Lah gapapa, komdisnya udah sohib kali sama gue. Pake aja nih punya gue.”

Belum sempat Soonyoung bilang makasih, Seokmin langsung pergi gitu aja ke barisan maba. Hari itu, Soonyoung ngeliat Seokmin dihukum.

Kayaknya sejak itu deh Soonyoung suka sama Seokmin.


Mercusuar Cikoneng, Anyer.

“Soon, udah sampe.”

“Hah? Anjeng ini dimana Seok?”

“Anyer.”

“JAUH BANGET ANJING DEPOK ANYER???”

Seokmin menganggukan kepalanya, “emang, pegel nih nanti pas balik lo yang bawa mobil ya.”

“Anjing.”

“Ayo turun, mau disitu aja?”

Mercusuar Cikoneng ada 18 tingkat yang dihubungkan dengan 286 anak tangga. Tinggi banget.

“Jam 5, kesini? Lo gak takut ada penunggunya Seok?”

“Enggak, udah sering.”

“Capek banget naik tangga, turunnya lo gendong gue ya seok?”

“Tergantung.”

“Tergantung apa?”

“Tergantung jawaban lo.”

“Hah?”

“Duduk dulu sini.”

Soonyoung mengikuti Seokmin yang duduk dipinggir menara. Kayaknya Soonyoung terlalu sibuk mengeluh sampai dia gak sadar kalo pemandangan didepannya itu indah banget. Bentar lagi matahari terbenam, langit didepannya warna oranye ditambah ada suara ombak yang bikin suasana makin indah. Asli Soonyoung mau kesini lagi tapi sama Seokmin gak mau sama yang lain.

“Indah ya soon?”

Soonyoung menganggukan kepalanya, “iya.”

“Tapi tau gak kalo ada cerita tragis di balik keindahan yang kita liat sekarang?”

“Hah? Gimana?”

“Tau gak kalo menara mercusuar cikoneng ini awalnya salah satu bagian proyek jalan raya pos jauh seribu kilometer.”

“Oh, emang iya?”

“Gue bukan ahli sejarah sih, kalau gak salah ini titik nol yang jadi awal pembangunan jalan dari Anyer sampai ke Panarukan, Jawa Timur.”

“Sedih ya seok.”

“Kenapa?”

“Yaiya, kita mah enak tinggal nikmatin hasilnya. Bayangin berapa ribuan leluhur kita yang meninggal karena sistem kerja paksa ini?”

“Iya. Pelajaran yang bisa lo ambil apa soon?”

“Apa ya? Jangan lupain jasa pendahulu kita?”

“Betul, kalo menurut gue ada yang lain sih.”

“Apa?”

“Untuk mendapatkan sesuatu yang indah harus ada pengorbanan dulu dan gak semua pengorbanan itu keliatan.”

“Maksudnya?”

“Iya, lo tau katanya 24.000 orang meninggal itu baru yang terdata, yang gak terdata gimana? Pengorbanan mereka kan ada tapi gak keliatan. Harus dihargai juga.”

“Bener. Kaya gue ya seok?”

“Hah?”

“Kapan ya gue dapet sesuatu yang indah itu? Egois gak ya kalo gue mintanya sekarang padahal pengorbanan gue baru sedikit?”

“Enggak lah, mau sedikit atau besar yang namanya pengorbanan tetep aja pengorbanan.”

“Gitu ya?”

“Soon.”

Soonyoung menolehkan kepalanya, “iya?”

“Maaf ya gue gak sadar sama pengorbanan lo selama ini, gue gak tau maksud dari sesuatu indah yang mau lo gapai itu. Tapi Soonyoung, gue mau bantu lo dapetin sesuatu yang indah itu.”

“Seok?”

“Soonyoung.”

“Iya?”

“Gue bohong tentang Jisoo, selama ini gue bilang ke lo kan kalo lo harus bantu gue buat bikin Jisoo cemburu? Sebenernya itu satu-satunya cara gue buat deketin lo. Gue udah gak suka sama Jisoo, jauh sebelum gue minta tolong sama lo. Jisoo yang selama ini bantu gue buat nyadarin perasaan gue ke lo. Maaf ya gue terlalu cupu.”

“Hah?”

“Di cafe kemarin, itu gue lagi ngomongin lo sama Jisoo. Sebenernya Jisoo tau kalo kita pacaran bohongan, soalnya dia yang ngasih ide itu ke gue. Gue cupu banget ya? Maaf ya?”

“Wah anjing.”

“Maaf.”

“Kalo gitu buat apa gue galauin lo ketemu Jisoo?”

“Lo galau?”

“MENURUT LO MONYEETTTTTTT?”

“Soon?”

“Gue gak tau lo bego apa gimana, tapi gue suka sama lo jauh sebelum lo pacaran sama Jisoo.”

“LAAH?”

“Begoooo. Lee Seokmin bego.”

Seokmin menarik Soonyoung kedalam pelukan, “iya gue bego maaf ya.”

“Emang. Tuh tau.”

Seokmin melepaskan pelukannya, “Soon pacaran yuk?”

Soonyong menganggukan kepalanya, “tapi lo jangan deket-deket Jisoo dong, gue cemburu tai.”

“Iye iye, tapi terima dulu.”

“Iyaaa diterima.”

Soonyoung menaruh kedua tangannya dipipi Seokmin sebelum akhirnya mencium bibir Seokmin dengan cepat.

“Jangan cium disini, di kos aja biar lama.”

“Dih siapa juga yang mau main ke kos lo?”

“Yee turun sendiri nih gak gue gendong?”

“IYA IYA MAIN KE KOSAN LO.”

Seokmin tertawa mendengar Soonyoung berteriak.

“Soon, gue sayang deh sama lo.”

“Iya sama.”

Ternyata benar dugaan Seokmin selama ini, dimanapun Jisoo berada dia akan stand out daripada yang lainnya. Kaya sekarang ini nih, di cafe kecil gak jauh dari kampusnya, Jisoo yang mengenakan kemeja putih dan jas abu-abu yang berada di atas kursinya dan gak lupa jam mahal di tangannya. Sejak masuk cafe sampai mereka duduk, gak satupun orang yang berhenti menatap Jisoo, ya wajar sih ganteng banget sob apalagi pas masuk cafe Seokmin yakin banget bau semerbak Jisoo merebak ke seluruh cafe. Kalau kata temen-temennya Seokmin wangi Jisoo wangi sugar daddy.

“Eh kalau dipikir-pikir ini kita baru pertama kali ya makan berdua?”

Seokmin menganggukan kepalanya, “Iya kak.”

“Oh pantes.”

“Btw kak, maaf ya tadi temen-temen saya kurang ajar.”

“No worries.”

Seokmin menganggukan kepalanya, “kak diliatin tau.”

Jisoo mengedarkan pandangannya, “oh iya, ngeliatin lo ya?”

“Ngarang, ngeliatin kakak tuh.”

“Loh? Kok gue?”

“Kakak pake jas dan kemeja mahal, sedangkan mostly pelanggan cafe pake kaos atau hoodie.”

“Oooh gitu.”

“Gue dikira jalan sama sugar daddy kali.” Bisik Seokmin pelan

“Hah? Kenapa Seok?”

“Engga kok kak.”

Jisoo tertawa, “gue denger kali, emang kenapa keliatan kaya jalan sama sugar daddy?”

“Iya kan biasanya gitu, ada om om pake setelan mahal turun dari mobil mahal eh turunnya sama mahasiswa pake baju biasa aja.”

“Kayak adek kakak kan bisa?”

“Yeee, kita mirip juga enggak.”


“Kak, makasih ya traktirannya.”

“Gue yang makasih kali udah ditemenin makan.”

“Kakak ngomong gitu beneran kayak sugar daddy. Mana saya ditransfer mulu.”

“Hahaha, emang gak boleh ya gue bilang makasih?”

“Ya boleh lah, yang gak boleh tuh transfer saya uang.”

“Itu tanda apresiasi gue ke lo tau.”

“Apresiasi apa?”

“Apresiasi karena lo udah ngejalanin hari dengan baik.”

“Mana ada, kalo gitu mah saya juga harus kasih apresiasi ke kakak dong.”

“Ya boleh aja sih, emang apresiasinya apa?”

“Gak tau, kakak request deh mau apa nanti saya kasih. Asal gak mahal-mahal.”

“Oke, nanti gue pikirin dulu.”

“Oke, saya turun ya kak. Hati-hati di jalan.”

Seokmin membuka pintu mobil dan berdiri di samping mobil tersebut, “Seokmin.”

“Iya kak?”

“Traktiran dari gue tadi itu bentuk apresiasi juga.”

“Apresiasi karena ngejalanin hari?”

Jisoo menggelengkan kepalanya, “apresiasi karen lo dapet nilai bagus di kuis kemaren.”

“Hah?”

“Gak usah bingung, gue tau dari dosennya langsung kok. Belajar terus ya seok.”

Seokmin menggarukkan kepalanya, “bingung dah, tapi makasih ya kak.”

Jisoo menganggukan kepalanya, “gue cabut dulu, selamat istirahat cil.”

Seokmin memandangi mobil Jisoo yang semakin lama semakin jauh sebelum akhirnya tidak terlihat lagi.

“Baik banget, gimana gue gak makin sayang?”

Apart Minghao. Jam 8. Rasanya Seokmin mau kabur aja tapi di kosnya sekarang ada Sejeong yang lagi tidur di atas kasurnya. Bisa aja dia kabur tapi rasanya gak etis aja ninggalin Sejeong tidur di kamar kosnya sendirian, sedangkan ini kos laki-laki, bahaya banget.

“Seok? Jam berapa deh?”

Seokmin mengalihkan pandangannya ke arah Sejeong, “Jam 7. Isya dulu gih.”

Sejeong menganggukan kepalanya dan bangun dari tidurnya, “lo udah?”

“Baru kelar sih tadi.”

“Okay.”

Jam setengah 8, Mingyu udah sampai di kosnya Seokmin barengan sama Chaeyeon.

“Ayo buruan, Younjung udah disana.”


Jam menunjukkan pukul 9 malam, di ruang tamu apart Minghao ada 5 remaja yang lagi menatap intens ke 1 arah yang sama—Seokmin.

“KENAPA BISA SUKA SAMA PAK JISOO?”

“Je anjing, jangan teriak di kupiny gue.” Ucap Mingyu sambil melempar kulit kuaci kearah Sejeong

“Reflek monyet.”

Seokmin menggarukan kepalanya, “gatau, asli ini gue beneran gatau.”

“Lo ngerasa ada kupu-kupu gak di perut lo pas ngobrol sama dia?”

“Gimana ya bu? Gue gak pernah nyadar gimana-gimana kalo sama dia. Tau-tau udah selesai ngobrol aja.”

Minghao menganggukan kepalanya, “Tapi emang sih, pak Jisoo cakep.”

“Setuju.” Chaeyeon mengacungkan jempolnya.

“Beda berapa tahun sih, Seok?”

“10 tahun, ming.”

“2 tahun lagi, 1 putaran shio tuh.”

“Jauh ya, Seok. Sanggup lo?”

Seokmin mengerutkan dahinya, “gue baru suka ya monyet, belom tentu juga dia suka sama gue.”

“Susah sih, lo berdoa aja udah kalo mau dapetin modelan Pak Jisoo.”

Seokmin menundukkan kepalanya, tanpa diberi tahu juga ia sudah tahu kalau sulit untuk mendapatkan seorang Hong Jisoo. Kecil kemungkinan untuk Jisoo suka sama dia. Malah menurut Seokmin kalau Jisoo suka sama dia juga itu bisa masuk sebagai 7 keajaiban dunia.

“Gak usah sedih, bro. Disini semuanya jomblo kok.”

“Enak aja, gue enggak ya.” Minghao menyangkal ucapan Sejeong barusan.

“Iyadah yang pacarnya kokoh kaya SCBD.”

“Iri aja lo.”

Soonyoung POV.

Sejujurnya, dari awal gue kenal Seokmin gue gak pernah kepikiran kalo gue akan jadi pacar dia. Ralat, pacar boongan. Soalnya nih ya, kita emang deket karena satu tongkrongan nah satu malem tiba-tiba si kunyuk bilang “jadi pacar gue yuk nyong.” dih males banget. Gue langsung nolak lah, yang namanya pacaran kan ada fase pendekatan nah ni anak baru putus langsung nembak gue? Aneh. Taunya dia ngajak pacaran boongan aja, pengen liat Jisoo cemburu atau enggak. Sebenernya males sih ikut campur urusan orang tapi Seokmin bilang gini, “Gue bayar deh makan siang lo sebulan ini sekalian lo ke kampus pulang pergi sama gue. Lumayan buat lo ngehemat.” Tawaran yang menggiurkan, tapi gue gak mau keliatan murah jadi gue tolak dulu ya walaupun diem-diem gue berdoa semoga Seokmin terus maksa gue. Ya akhirnya gue terima penawarannya, tapi Seokmin nih ngeselin banget. Sering banget dia tuh ngomel-ngomel kadang gue mikir ini kali ya alasan Jisoo putusin dia. Kata Mingyu, Seokmin gak pinter dalam ngungkapin rasa sayang, makanya kadang dia ngomel tapi padahal mah sayang sama gue. Pede banget ya? Iyasih tapi keliatan cui.

Sekarang gue lagi di kamar rumah sakit, sejujurnya gue paling males ke rumah sakit karena dulu gue pernah kena DBD dan harus dirawat 1 bulan, bayangin 1 bulan gue nyium wangi rumah sakit. Seokmin lagi tidur, kalo diliat-liat dia ganteng sih cuma kalo udah bangun rasanya gue pengen cekek aja tuh lehernya. Kata dokter tadi gak ada yang luka yang parah, tapi Seokmin lagi stress banget dan imunnya turun, dia disaranin buat rawat inap dulu 3-4 hari. Mingyu, Minghao sama bang Cheol bingung kenapa ni anak stress tapi mereka gak ada yang tau? Kalo gue sih tau Seokmin lagi stress, pemicu utamanya ya putus dari Jisoo ditambah ni anak lagi ada masalah keluarga dan Seokmin bukan tipe yang cerita ke semua orang jadi wajar aja temen-temennya gak tau, yang gue gak tau stressnya dia separah ini.

“Nyong?”

Lah udah bangun.

“Napa? Lu tuh ye kalo ada apa-apa cerita ke gue kali Seok. Kalo sakit gini yang repot siapa? GUE KAN???”

Sorry ngegas, soalnya gue pengen marahin dia daritadi.

“Maaf.”

TUMBEN BANGET?

“Seok sakit lo parah ya?” Gue buru buru pegang jidatnya, demam sih.

“Apaansi?”

“Gak biasanya lo bilang maaf gini?”

Seokmin langsung mukul kepala gue pelan, “Anjing lo.”

“Mingyu, Minghao sama bang Cheol balik. Yang jaga cuma boleh 1, jadi gue yang jaga.”

Seokmin ngeliatin gue dari kepala sampe kaki, “bukan soonyoung ya lo? kok jadi baik gini?”

“Brengsek. Orang mah bilang terima kasih bukan ngehina.”

Seokmin ketawa dan gatau kenapa kayaknya gue tiba-tiba sakit deh karena di momen itu Seokmin keliatan 10× lebih ganteng dari biasanya.

“Makasih ya pacar.”

Anjing.

Gue beneran sakit. Muka gue tiba-tiba panas.

“Soon? Kok muka lo merah?”

GUE BENERAN SAKIT.

Jeonghan's pov

Seokmin itu menyenangkan. Seokmin tau cara menempatkan diri. Seokmin yang mendahulukan orang lain daripada dirinya sendiri. Seokmin yang senyumnya secerah matahari. Seokmin yang selalu ada untuk teman-temannya. Sekarang beritahu gue bagaimana caranya untuk enggak jatuh cinta sama dia?

Gue masih inget waktu pertama kali ketemu sama Seokmin, waktu itu jam 3 sore di halte kampus gue liat dia duduk diatas motor vespanya dengan menggunakan celana abu-abu dengan kaos hitam polos dibalut hoodie berwarna hitam. Gue diam-diam memperhatikan Seokmin yang sibuk mengutak-atik handphonenya sesekali dia ngelirik sekelilingnya dan kayaknya dia nyadar gue ngeliatin dia jadi dia senyum ke gue. Manis, manis banget. Dan gue buru-buru ngalihin pandangannya, gue malu banget. Tiba-tiba dia turun dari motornya dan duduk di samping gue.

“Misi kak?”

Suaranya lembut banget.

“Eh? Kenapa?”

“Gue kayaknya pernah liat lo deh?”

Gue bingung banget, soalnya gue gak kenal dia siapa dan sejak kapan gue kenal anak SMA di kota ini? Gue aja ngerantau.

“Salah orang kali?”

“Lo temennya Jisoo bukan? Anak fisip.”

“Hong Jisoo?”

Seokmin menganggukan kepalanya, “iya, lo Jeonghan, Junhui atau Jihoon?”

“Jeonghan.”

“Nah kan bener, gue temennya Jisoo. Lo liat Jisoo gak? Dia gak ada kabar nih.”

“Lah? Dia gak bilang sama lo? Tadi dia balik sama kakak tingkat.”

Cowok didepan gue ini gak terlihat kaget kayak hal ini udah sering terjadi dan dia cuma ngangguk-ngangguk aja.

“Cowok barunya Jisoo ya?”

“Gatau deh, lo tanya aja nanti sama orangnya.”

Seokmin gak ngejawab ucapan gue barusan, dia sibuk mengetikkan sesuatu di handphonenya dan sesaat setelah dia mendapat balasan dia langsung berdiri dari duduknya, “Lo ngekos dimana kak? Gue anter aja.”

“Hah? Gak usah gak usah, gue mau pesen gojek kok.”

“Buset, jam pulang kantor ini mahal ongkosnya. Sama gue aja, aman kok kan temennya Jisoo.”

Gue pura-pura mikir, ya biar gak keliatan gampang aja sih dan gue akhirnya mengiyakan ajakannya. Setelah gue mengiyakan ajakannya dia langsung ngeluarin helm dari jok motornya.

Dan dari situlah gue sering secara gak sengaja ketemu sama Seokmin, sesimpel karena Jisoo selalu lupa kalau dia ada janji sama si anak SMA ini. Dan tiap kali Jisoo lupa dengan janjinya, ada gue di halte yang entah kenapa secara natural langsung naik keatas vespa tersebut. Jisoo gak tau kalau gue diam-diam berdoa kalau dia lupa terus sama janjinya ke Seokmin, terdengar jahat sih tapi gue hopeless banget waktu itu. Beberapa bulan setelah gue kenal sama Seokmin, gue baru sadar gue enggak pernah minta nomer handphone dia dan dia juga. Interaksi gue dan dia sebatas dia mengantar gue pulang ke apartment, sampai akhirnya gue memberanikan diri meminta nomornya. Tapi gue tetap tidak mempunyai keberanian untuk memulai percakapan.

Beberapa kali gue diantar Seokmin pulang, gue dibuat penasaran sama orang yang selalu dikiriminya pesan tiap kali dia mau mengantarkan gue, jadi diam-diam gue stalk akun instagram Jisoo dan mencari akun milik Seokmin. Emang seharusnya gue gak tau, karena tepat saat gue membuka laman instagram milik Seokmin, yang gue temui adalah foto-fotonya dan Wonwoo–pacarnya.

Gue inget banget waktu itu bulan april dan dia jemput Jisoo di halte, sayangnya kali ini Jisoo gak lupa sama janjinya dan Jisoo gak tau kalau gue sama Seokmin saling kenal. Gue kira Seokmin akan bertingkah seperti orang asing tapi nyatanya dia turun dari motornya dan menghampiri gue sambil bilang, “Kak, beberapa bulan kedepan kayaknya kita gak bakal ketemu deh. Gue mau ujian masuk kuliah, doain ya kak siapa tau kita bisa ketemu disini lagi bulan agustus. Jangan lupa chat gue, gue kan nungguin.” Dia gak tau alasan gue gak pernah ngechat dia adalah gue takut makin suka sama dia sedangkan dia udah punya pacar. Jadi gue hanya menganggukan kepala sambil mengatakan kalau gue support dan mendoakan dia dari sini dan dia pergi setelah mengelus kepala gue. Gue bisa liat Jisoo bingung dengan interaksi didepannya, biarin aja itu urusan Seokmin untuk menjelaskannya.

Sekarang gue sedang rapat, jam sudah menunjukkan pukul 17.05 dan seharusnya Seokmin sampai disini 5 menit lalu. Gue terus-terusan memandang kearah handphone, untungnya sedang break rapat sehingga gue gak akan kena omel karena memandangi handphone dan tidak mendengarkan rapat.

Ting

Pesan masuk dari Seokmin.

“Kak, gue udah sampe. Lagi break ya? Gue ketemu Bang Jinhyuk nih.”

Gue buru-buru membereskan barang dan memasukan kedalam tas sambil membalas chat dari Seokmin.

“Masuk aja, gue izin dulu sama ketuanya.”

Gue berjalan menghampiri Seungcheol yang sedang memejamkan matanya, “Cheol? Gue balik ya, gue udah izin kan semalem?”

“Hah? Sekarang? Lo mau kemana deh? Tumben amat ninggalin rapat gini?”

Gue menganggukan kepala dan melirik Seokmin yang sedang berjalan kearah gue dan Seungcheol yang melihat itu juga langsung melirik ke arah Seokmin.

“Temennya Jeonghan?” Tanya Seungcheol ke Seokmin.

“Iya bang, gue izin pinjem kak han ya.”

Gue memutar bola mata, “emangnya gue barang?”

Seokmin tertawa mendengar ucapan gue, “kalau barang bisa dimilikin dong?” Gue yang mendengar balasan Seokmin langsung memukul badannya pelan.

“Siapa han?”

“Oh iya, kenalin Cheol ini Seokmin. Seok, kenalin ini Seungcheol.”

“Tau kali, dia kan kemaren ada pas ospek.”

“Kak, ini cowok yang lo ceritain ya?” bisik Seokmin ditelinga gue

Gue hanya menganggukan kepala tanpa menjawab pertanyaan barusan.

“Halo bang, gue Seokmin angkatan bawah. Pacarnya Jeonghan.”

Seungcheol membulatkan matanya, kaget dan gue juga kaget mendengar jawaban Seokmin.

“Buset biasa aja matanya, bercanda kali. Gue temennya Jeonghan kok belum jadi pacarnya.”

Seungcheol ngelirik Seokmin dari atas sampe bawah, mencoba mengintimidasi tapi Seokmin ga ngerasa terintimidasi.

“Oke, mau lo bawa Jeonghan kemana?”

“JJS. Jalan jalan sore, sekalian menikmati macet kota Depok.”

“Nyari barang ospek, cheol. Gue duluan ya.” Gue buru-buru menarik tangan Seokmin dan menariknya keluar.

“BANG CHEOL, GUE DENGER BANYAK TENTANG LO DARI JEONGHAN.”

Iya Seokmin teriak kaya gitu di ruangan yang ramai. Malu-maluin.

Sekarang gue duduk manis di mobil milik Seokmin, katanya motor dia dipake adeknya buat ngejemput cewek jadi dia bawa mobil. Beneran kok gue sama dia cari barang buat ospek mapala, gue juga gak ngerti kenapa dia ambil mapala padahal dia alergi dingin dan gunung kan dingin?

“Lo kenapa ambil mapala deh?”

“Nyari suasana baru, gue kan belum tentu keterima hima jadi yaudah ikut mapala aja.”

“Lo kan alergi dingin?”

“Kan bisa bawa jaket, sayang.”

“Lo panggil sayang gini ke berapa orang Seok?”

“Hari ini lo doang.”

“Kemaren?”

“Banyak.”

“SIALAAAANN.”

Seokmin tertawa mendengar umpatan gue, “eh kak pasang lagu dari playlist gue deh, kayaknya lo bakal suka.”

“Ini gue buka handphonenya gapapa?”

“Gapapa, jangan cemburu liat notification ya.”

“Yee males.” Gue membuka aplikasi Spotify dan memasang playlist yang dimaksud Seokmin. Sialnya lagu pertama yang terputar adalah Cant get over you yang dinyanyikan Joji, lagu ini yang dulu gue pasang setelah gue tau kalau Seokmin punya pacar. Lagu yang menemani masa galau gue.

“Lo apal lagunya ya?”

“Iya, gue dulu suka denger ini.”

“Suka sama siapa lo kak sampe cant get over you gitu cielah.”

Gue hanya mengangkat bahu, “ada deh, udah lama juga.”

“Bang Seungcheol ya?”

“Mana ada. Kepo deh, gue turun nih ya kalo lo nanya nanya lagi.” Ancam gue ya walaupun gak mungkin gue turun juga sih.

“Iye iye, galak amat.”

Jisoo itu primadona kampus, siapa sih yang gak suka Jisoo? Wajahnya manis, badannya ramping dan pintar. Jisoo si mahasiswa baru yang masuk kampus baru sebulan langsung pacaran sama ketua bem. Banyak yang suka, banyak juga yang gak suka. Gak sedikit orang yang temenan sama Jisoo cuma untuk cari keuntungan, cuma Jeonghan, Junhui dan Jihoon yang mau temenan sama Jisoo tanpa mandang status Jisoo di kampus. Selalu ada rumor buruk yang menerpa Jisoo tiap bulan, seperti Jisoo tidur dengan si ketua bem kampus sebelah dan yang paling parah adalah Jisoo beli mobil uang dari sugar daddy.

Mingyu gak ngerti kenapa Seokmin gak jatuh cinta sama Jisoo, soalnya Jisoo itu sempurna di mata Mingyu. Dari awal Mingyu ngeliat Jisoo dia langsung jatuh cinta, ya awalnya emang dia ngedeketin Wonwoo cuma setelah dipikir-pikir gak ada feedback yang bagus dari Wonwoo makanya dia mundur. Beda sama Wonwoo, Jisoo selalu kasih respon baik ke Mingyu ya walaupun waktu itu dia masih pacaran sama orang lain tapi Mingyu gak masalah, paling juga putus beberapa minggu lagi. Mingyu tau itu soalnya emang bukan kabar burung lagi kalau tiap 3 bulan atau 6 bulan Jisoo putus dari pacarnya dan dalam seminggu udah gandeng orang lain di kampus. Mingyu nungguin aja sampe akhirnya Jisoo putus dari Kihyun enggak butuh waktu lama Mingyu langsung jadi superhero dadakan, modus chat Jisoo nanyain “lo baik baik aja?” terus muncul di depan rumah Jisoo bawa makanan sama bunga, klise tapi Jisoo senyum-senyum waktu itu.

Sekarang Mingyu di depan rumah Jisoo, nungguin yang punya rumah keluar dan rencananya Mingyu mau ngungkapin perasaannya dan sekalian ngajak Jisoo pacaran semoga aja diterima.

“Hai, mau langsung jalan aja?”

“Yuk kak.”

Jisoo keliatan cantik malam ini, kemeja hitam yang dipadukan dengan celana berwarna navy terlihat cocok untuk Jisoo.

“Kalo gue ajak ke cafe gapapa kak? Macet nih malem minggu.”

“Ya gapapa kali, daripada ke mall yang ada kita kejebak macet.”

Mingyu menganggukan kepalanya, “setuju.”

Sesampainya di cafe semua mata tertuju ke Jisoo, “oh gini rasanya jalan sama orang cakep.” Mingyu tau sih semua orang ngeliat Jisoo dengan tatapan kagum, rasanya Mingyu pengen ngarungin Jisoo biar gak diliat semua orang.

“Mau pesen apa kak?”

“Apa ya? Gue pengen yang manis-manis sih gyu, kalau makanannya fettuccine alfredo sounds good.”

“Buset, gak muntah lo kak makan keju keju sama minuman manis?”

“No hahaha udah biasa kok.”

“Okay, tunggu sini kak biar gue aja yang pesen.” Mingyu melangkahkan kakinya kearah kasir untuk memesan makanan.

Jisoo mengarahkan pandangannya ke seluruh sudut cafe, tersenyum manis karena beberapa orang meliriknya dan da juga yang menatap Jisoo terang-terangan, ganteng sih sayangnya Jisoo kesini sama Mingyu.

“Jadi sebenernya tujuan lo ajak gue kesini apa gyu?”

“Sabar sabar, gue baru juga duduk.”

Jisoo tertawa, “sorry, gue penasaran soalnya.”

“Abis makan deh kak.”

“Okay, awas ya lo gak jadi ngomong.”

“Iya, tenang aja.”

Mingyu sebel banget ngeliat orang orang yang ngeliatin Jisoo padahal didepan mereka ada pacarnya tapi kok bisa lirik lirik orang lain. Aneh, padahal Mingyu bukan siapa-siapanya tapi rasanya pengen colok mata orang yang ngeliatin Jisoo daritadi.

“Cepet banget lo gyu makannya?”

“Laper, belom makan gue dari pagi.”

Jisoo mengerutkan keningnya, “lah kok bisa?”

“Gue abis ikut pendaftaran mapala, dipaksa Seokmin soalnya.”

“Oh? Pantes tadi gue chat Seokmin gak dibales.”

“Gak bawa handphone kali dia.”

“Iyaya? Eh lo mau ngomong apa gyu?”

Mingyu deg-degan, biasanya kalau nembak orang gak bakal nervous kaya gini. Cuma Jisoo yang buat dia senervous ini.

“Gue suka sama lo hehe.” Mingyu senyum gak keliatan serius dan itu buat Jisoo bingung ini anak bercanda atau enggak.

“Lo bercanda ya gyu?”

Panik, gak gitu maksud Mingyu. “Enggak kak, serius inimah.”

Jisoo mengerutkan keningnya, “oh oke?”

Mingyu ngeluarin kotak kecil dari kantong hoodienya, didalem kotak itu ada kalung yang Mingyu sengaja beli buat Jisoo.

“Aduh gue gak bisa romantis-romantis gini kak, yang perlu lo tau gue sayang sama lo and i'd do anything to make you happy, absolutely anything. So will you be mine?”

Cringe. Cringe banget. Mingyu tau kok, tapi ngeliat Jisoo senyum berarti itu gak terlalu cringe.

“Iya Mingyu, im yours.”

Mingyu mau teriak, bahagia banget rasanya. Mau peluk Jisoo tapi malu lagi di tempat rame, tapi ngeliat Jisoo di depannya keliatan makin manis jadi tambah pengen cium.

“Kak anjing lah.”

“Hah?”

“Mau peluk boleh gak kak?”

“Rame gyu, gak malu lo?”

Mingyu ngegelengin kepalanya, “bodo amat gak peduli.”

Jisoo mengangkat kedua bahunya, “kalau berani ya silahkan.”

Mingyu buru-buru narik Jisoo kedalam pelukan dan satu tangannya mengelus punggung Jisoo, “makasih ya kak, gue bakal bikin lo bahagia dan gue janji bikin lo gak sedih.”

“Lebay, gak usah janji gyu nanti malah diingkarin.”

“Yang ini enggak, lo boleh putusin gue kalo gue bikin lo sedih.”

Jisoo menganggukan kepalanya, “okay.”