heavenspile

Jisoo melangkah masuk ke dalam rumahnya dan menemukan Seokmin yang sedang berbaring diatas sofa di ruang tengah rumahnya. Sepertinya si anak lelaki ini terlalu fokus menonton kartun sehingga tidak menyadari bahwa Jisoo sedaritadi berdiri dibelakangnya.

“Salam tuh dijawab”

Ucapan Jisoo barusan membuat Seokmin lompat dari sofa, “Demi Allah kaget banget. Kapan dah pulangnya?”

“Makanya kalau nonton tv tuh kecilin suaranya”

“Iya iya sorry, seru ini nih kartun kelinci”

“Makan dulu yuk” ajak Jisoo sambil melangkahkan kakinya kearah meja makan

“Soo, makan di depan tv gak boleh? Tanggung nih dikit lagi selesai” ujar Seokmin sambil mengekori Jisoo

“Ya Allah, Seokmin lo udah kuliah semester berapa? Masih aja nontonin gituan”

“Yaelah kartun mah ga ada batasan umur emangnya nonton bokep”

“Seokmin mulutnya!”

“Ya lagian lo aneh aneh aja sih”

“Yaudah jadi gak nonton depan tv?” tanya Jisoo sambil menaruh bubur punya Seokmin kedalam mangkuk

“Yess, jadi dongg.”

Keduanya melangkahkan kaki menuju ruang tengah sambil membawa sarapan masing-masing

“Mau minum apa soo?”

“Ada susu di laci atas, yang toples putih rasa vanila yang toples bening coklat”

“Iya, lo mau apa?”

“Coklat deh, lo mau bikinin?”

“Yoi, udah lo duduk aja disini”

Melihat Seokmin dengan mudahnya berkeliaran di rumahnya bahkan membuatkan Jisoo susu dipagi hari terasa domestik dan menyenangkan.

“Nih susu coklat panas buat kak Jisoo”

“Lo kalo lagi sakit emang semanja itu ya seok?”

“Emang gue ngapain aja?”

“You called yourself Omin”

“Kebiasaan hehe, gue tuh kalo lagi sakit emang gitu. Bukannya lo pernah rawat gue sakit juga ya waktu semester 1?”

“Iya, itu kan cuma 2 jam. Ini semaleman lo clingy abis, gue sampe kaget”

“Hahaha sorry sorry, kebiasaan gue daridulu”

“Waktu lo sakit semester 3 awal yang rawat siapa?”

Seokmin diam sepertinya berusaha untuk mengingat-ingat kejadian lalu, “hah?”

“Iya yang lo sampe seminggu gak ngampus”

“Ooh itu, Soon” jawab Seokmin dengan tersenyum getir

“Eh sorry seok gatau”

“Lah kenapa minta maaf? Santai aja kali”

Jisoo tidak menjawab ucapan Seokmin barusan dan memilih untuk fokus menghabiskan sarapannya sementara lelaki disampingnya makan dengan sangat lambat karena perhatiannya terbagi menjadi 2, satu ke mangkok buburnya dan satu lagi ke kartun didepannya

“Kangen deh seok”

“Sama siapa”

“Sama kita yang dulu”

Seokmin menoleh mendengar jawaban Jisoo dan dapat Jisoo lihat ada raut bingung di wajahnya.

“Apa bedanya kita yang dulu sama yang sekarang?”

“Beda, semejak masuk semester 2 gue ngerasain perubahannya”

“Kayak gimana tuh?”

“Inget gaksih dulu lo selalu mampir kesini tiap pulang kampus? Tiap minggu pagi juga lo selalu semangat ngajak jogging bareng dan sorenya kita nonton disini sampe tengah malem”

“Iyaya? Udah lama banget kita gak kaya gitu? Semenjak kapan ya itu?

Seokmin tahu ia tidak lagi memprioritaskan Jisoo semenjak ia menyukai Soonyoung.

“Semenjak lo suka sama Soonyoung?”

Bingo.

“Jangan benci sama Soon ya kak, ini salah gue”

“Lah kenapa juga gue harus benci sama Soonyoung?”

“Karena gue berubah?”

“No worries, berubah itu gak semuanya ke arah yang buruk. Yang gue liat semenjak lo suka sama Soonyoung emang lo berubah, tapi ke arah yang lebih baik”

“Iya?”

“Iya, sekarang coba deh gue tanya ke lo. Lo ngerasa gak kalo lo berubah dan berubah disini dalam konotasi yang baik?”

“Gatau?”

“Mungkin lo gatau, tapi gue ngerasain kok”

“Apa gue yang ngerubah Soon jadi buruk?”

“Kata siapa? Lo itu orang baik, Seokmin. Gak mungkin lo ngerubah Soonyoung jadi sesuatu yang gak baik. Gue rasa kalian berdua saling support untuk berubah ke sesuatu yang baik”

Seokmin terdiam, ia kembali teringat momennya bersama Soonyoung. Benar kata Jisoo, Soonyoung membantu Seokmin berubah dalam hal positif dan semoga ia juga membantu Soonyoung dalam hal itu.

“Kangen ya seok? Cerita sama gue aja”

“Cerita apa ya? Bingung juga. Masa lo harus denger sedih-sedihnya nanti lo liat gue nangis lagi”

“Sedih ya seok?”

“Banget, gue rasanya mau gila. Waktu ngeliat Soon untuk pertama kalinya gue pikir Tuhan ngasih dia ke gue untuk selamanya, taunya enggak.”

“Not everything is supposed to be beautiful and long-lasting. Sometimes people come into your life to show you what is right and what is wrong”

“Jadi semesta mempertemukan gue dan Soonyoung cuma buat ngajarin sesuatu? Ngajarin kalo sayang sama orang selain umatnya itu gak boleh? Apa gimana? Gue mikirin ini 3 harian dan gak nemu jawabannya, Soo.”

Jisoo menggelengkan kepalanya

“Tuhan ngajarin lo bahwa gak semua yang ada di dunia ini bisa lo paksain. Sesuatu yang dipaksain itu gak bakal baik hasilnya”

Hening. Seokmin enggan untuk menjawab, pikirannya berkecamuk.

“Mungkin lo lagi sedih sekarang, tapi percaya deh sama gue kesedihan lo bakal diganti sama 10 kali lipat kebahagiaan dimasa yang akan datang”

“Cenayang?”

“Anjing ya lo, gue lagi serius ini”

“Iya iya, thanks ya Jisoo”

“Seok?”

“Hmm?”

“Kalau gue yang bahagiain lo, gimana?”

Setelah bertemu dan mengobrol hanya berdua saja dengan Soonyoung, Jisoo paham mengapa banyak orang menyukainya. Soonyoung memiliki kepribadian yang menyenangkan, mudah berbaur dan menempatkan orang lain diatas dirinya sendiri. Wajar saja jika Jihoon yang dikenal sangat dingin dan sering menolak banyak orang malah terang-terangan mendekatinya.

Menurut Jisoo, sangat mudah untuk jatuh cinta dengan seseorang seperti Soonyoung—lebih tepatnya jatuh cinta dengan Soonyoung. Selain kepribadiannya, Soonyoung juga memiliki paras wajah yang indah, tiap kali ia tersenyum atau tertawa matanya akan ikut hilang. Sangat menggemaskan. Postur tubuhnya juga sangat pas. Ditambah lagi dengan kepercayaan dirinya dan sosoknya yang suka mengeluarkan lelucon, ah setelah dipikir-pikir Soonyoung sangat cocok bersanding dengan Seokmin.

Bagaimana bisa Jisoo menggantikan sosok seperti itu di hati Seokmin?

Kalau berbicara tentang Jisoo, pasti orang-orang akan mengaitkannya dengan sahabatnya, Chungha dan Jeonghan. Ya bagaimana tidak? Kalau bukan karena mereka pasti Jisoo akan menjadi mahasiswa yang tidak dikenal siapapun selain teman dekatnya.

Sekarang Jisoo sudah berdiri didepan kamar kos Seokmin, ia sudah hafal dengan jalan menuju kos Seokmin karena ia sudah beberapa kali berkunjung kesini.

“Seok?” panggil Jisoo sambil membuka pintu kamar tersebut. Ia melihat Seokmin yang sedang tertidur pulas dengan handphone ditangan kanannya dan laptop yang menyala.

Jisoo bisa melihat kamar ini sangat berantakan, asbak rokok dan abunya yang berserakan dimana-mana, baju yang berserakan, botol minuman kosong dan piring kotor.

Oh god, batin Jisoo

Jisoo berinisiatif untuk membersihkan kamar Seokmin sebelum membangunkan si pemilik kamar.

“Seooook, bangun duluu”

“Hmmm”

“Buka matanya, makan yuk” ujar Jisoo dengan menaruh tangannya di kening Seokmin, berniat untuk mengecek apakah badan Seokmin panas atau tidak.

“Gak kuat kaaakk, pusing banget” rengek Seokmin

“Gimana mau sembuh sih kalau ga mau makan?”

“Gak kuat kakakk” ujar Seokmin dengan tetap berbaring tetapi sedikit demi sedikit membuka matanya

“Yaudah duduk dulu, jisoo suapin”

Seokmin menggelengkan kepalanya, “taro situ aja makannya nanti omin makan”

Jisoo memutar bola matanya, “nanti ga lo makan, keburu dingin gak enak”

“Pusiiiiing”

Jisoo dengan segera membantu Seokmin untuk dapat duduk diatas kasurnya.

“Iya tau pusing, makanya minum obat dulu ya?”

Inilah sisi Seokmin yang tidak banyak orang tau, Seokmin akan berubah menjadi sangat manja ketika sakit bahkan nada suaranya akan seperti anak kecil, sangat menggemaskan.

“Kakak suapin ya? Omin ga kuat”

Sebenarnya Jisoo sangat malas merawat orang sakit, tapi entah kenapa kalau Seokmin yang sakit ia akan rela merawatnya sampai sembuh. Alasannya mungkin karena sisi manja Seokmin yang jarang ditunjukkan?

“Iya disuapin, duduk dulu yang bener”

Seokmin buru-buru duduk dengan tegak sebelum akhirnya merengek karena kepalanya sangat sakit

“Kenapa bisa sakit sih?” tanya Jisoo disela-sela kegiatannya menyuapi Seokmin

“Patah hati”

Ooh Soonyoung.

“Sedih ya seok?”

“No seok seok me, Omin.”

Gemas. Sangat menggemaskan.

“Iya omin, omin sedih ya?”

Seokmin menganggukan kepalanya “heungg”

“Kok kakak tau Omin sakit?” lanjutnya

“Dari Soonyoung”

Mendengar nama Soonyoung, Seokmin langsung membuka matanya, “Hah? Kok bisa?”

Jisoo tersenyum, “iya, dia bilang ke Jisoo katanya suruh rawat Omin”

Seokmin mengerucutkan bibirnya mendengar jawaban Jisoo, oh dia ga mau rawat gue lagi batinnya.

“Dia keliatan baik-baik aja ya kak?”

“No? Dia keliatan sedih”

“Sesedih omin ga kak? Enggak kan?”

“Gatau Omin, kan Jisoo gak tau bisa aja dia nangis di kamar kosnya tapi pas ngobrol sama Jisoo dia bahagia”

“Hmm gitu ya, Omin sedih kak”

“Kenapa?”

“Omin sayang banget sama Soon, tapi gak bisa bareng karena ada benteng tinggi banget yang gak akan pernah bisa Omin hancurin”

Bagaimana rasanya mendengarkan seseorang yang kamu cintai bercerita tentang orang yang dia cintai? Menyakitkan bukan?

“Omin gak mau coba dulu? Siapa tau nanti bisa bersatu?”

Ucapan tersebut memang keluar dari mulut Jisoo, tapi hatinya mengutuk mulutnya yang berkata seperti itu.

“Tuhan kita aja udah beda, gimana mau panjatin doa untuk bersatu?”

Ada suara yang melemah saat Seokmin berkata seperti itu, seperti menahan tangis. Jisoo merasakan sakit yang Seokmin rasakan.

“Tadi Soon ngomong apa aja kak?”

“Ngomongin Omin, katanya Jisoo suruh bahagiain Omin”

Seokmin diam, mencoba memahami maksud dari perkataan Jisoo juga bertanya-tanya apa yang sedang Soonyoung pikirkan sampai ia menyuruh Jisoo untuk membahagiakannya. Bagaimana bisa Soonyoung menyuruh orang lain membahagiakan Seokmin kalau yang bisa membahagiakan Seokmin hanyalah Soonyoung seorang?

“Dia gak mau bahagiain Omin lagi ya kak?”

Demi Tuhan, Jisoo ingin memarahi semesta yang sudah menyusun skenario sejahat ini untuk Seokmin.

“Bukan gitu maksudnya, Soonyoung tetep bahagiain kamu kok tapi sebagai teman aja kayak Mingyu sama Minghao. Gapapa kan Omin?”

Seokmin diam, membayangkan harus melihat Soonyoung seperti ia melihat Mingyu dan Minghao. Membayangkan tidak lagi menempatkan Soonyoung diprioritas utamanya. Membayangkan hal-hal yang ia tidak bisa lakukan lagi dengan Soonyoung.

Sial, ia semalaman menangis karena ini tidak mungkin ia menangis lagi didepan Jisoo.

“Gatau kak, gapapa kali ya? Belum pernah dicoba soalnya”

“Dicoba dulu makanya, kalau gak bisa ya gapapa jangan dipaksa. Yang penting Omin tau kalo Soonyoung ga akan kemana-mana, cuma udah beda aja prioritasnya. Ya?”

Seokmin menganggukan kepalanya, “Takut kak”

“Takut apa?”

“Takut kalau Soon jadian sama kak Jihoon nanti dia lupain Omin, kalau kak Jihoon larang Soon buat ketemu Omin gimana? Takut kalau gak bakal ada Soon dihidup Omin”

“Gak akan, Omin. Percaya ya?”

Seokmin tidak menjawab, ia hanya menganggukan kepalanya.

Setelah makanannya habis, Jisoo buru-buru membersihkan bekas makanan tersebut dan memberikan obat kepada Seokmin

“Kak”

“Iya?”

“Peluk”

Jisoo terkejut dengan permintaan Seokmin barusan, “hah?”

“Peluk, biasanya kalau Omin sakit Soon suka peluk katanya biar cepet sembuh. Kata Soon sakitnya dibagi dua”

Jisoo tersenyum, selalu Soonyoung yang dibicarakan. Beritahu Jisoo bagaimana bisa ia menggantikan Soonyoung?

“Kaaaakk” rengek Seokmin

“Iya iya”

Jisoo menghampiri Seokmin dan memeluknya dengan erat selama 15 menit sebelum akhirnya ia lepaskan

“Kakak nginep aja boleh gaaaak?”

“Gak bisa, kan belum izin sama mama papa” ujar Jisoo, “Omin ikut aja yuk ke rumah, biar Jisoo gampang rawatnya?” lanjutnya

Seokmin menggelengkan kepalanya, “gamau, ngerepotin nanti”

“Gak bakal, mama yang nyuruh. Mama takut Omin kenapa-napa kalau sendirian di kos. Ikut yuk?”

“Naik motor?”

“Ya enggaklah, naik grabcar aja yuk”

“Mauuu”

“Yaudah, Omin ganti baju dulu sama bawa baju yang harus dibawa ya”

“Kakak besok gak usah kuliah ya? Temenin Omin aja”

“Iyaa gak kuliah”

“Yesss, sayang kakak”

Mungkin sayang yang dimaksud Seokmin berbeda dengan sayang yang Jisoo rasakan, tapi gapapa mungkin lain kali akan sama.

Alasan kenapa Soonyoung ingin bertemu berdua saja dengan Jisoo adalah ingin memastikan satu hal yang selama ini membuatnya penasaran.

“Hai Soonyoung, makasih ya udah pesenin buat gue” ujar Jisoo sesampainya ia di meja yang Soonyoung tempati

“Eh iya kak santai aja, duduk duduk”

Tidak ada yang membuka percakapan, keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Jisoo sedang bertanya-tanya alasan Soonyoung mengajaknya bertemu, sedangkann Soonyohng sedang menyusun kata yang tepat agar tidak menyakiti Jisoo.

“Kak gue boleh nanya?” tanya Soonyoung dengan hati-hati

“Boleh boleh, tanya aja”

“Lo suka sama Seokmin ya kak?”

Deg. Jisoo tersedak minumannya terlalu kaget mendengar pertanyaan spontan dari lelaki didepannya.

“Sorry sorry kak”

“No, its okay. Gue cuma agak kaget aja” ujar Jisoo dengan tersenyum

Soonyoung hanya diam menatap mata Jisoo, menunggu lelaki bertubuh kecil itu mejawab pertanyaannya.

“Kata siapa ya Soonyoung?”

Soonyoung tersenyum, kedua matanya hilang saat ia tersenyum. Lucu, batin Jisoo

“Keliatan kali kak?”

“Hah gimana?”

“Inget gak waktu rapat hari minggu yang gue dateng bareng ayang–eh salah Seokmin sorry kak kebiasaan”

Jisoo mengangguk, ia sudah tidak kaget dengan panggilan tersebut karena ia juga sering mendengar Seokmin memanggil Soonyoung dengan sebutan “ayang” didepannya.

“Iya, pas rapat yang ke 3 bukan?Kenapa tuh pas rapat?”

“Ke 3 apa 4 ya? Yang pertama kali gue dateng sama Seokmin deh pokoknya gue ngeliat lo lagi ngeliatin Seokmin dengan heart eyes”

“Salah liat kali? Bisa aja gue liatin temen lo atau anak panitia yang lain”

Soonyoung tahu prediksinya bisa saja salah, tapi melihat reaksi Jisoo sedaritadi ia yakin sekali kalau Jisoo menyukai Seokmin

“Ah masa? Pas Seok dateng sama Minah juga lo ngeliatnya kayak patah hati gitu? Terus ya kak tiap kali Seokmin lagi ngasih pendapat lo selalu ngeliat dia kayak seakan-akan dia tuh presiden. Lo keliatan banget asli.”

Jisoo tidak mungkin mengelak lagi, tapi bagaimana bisa ia mengiyakan pertanyaan tersebut jika pertanyaannya keluar dari sosok lelaki yang Seokmin cintai?

“Sorry ya, Soonyoung?”

“Loh kenapa sorry dah kak?”

“Iya gue minta maaf karena udah lancang suka sama pacar lo”

Soonyoung tertawa mendengar jawaban Jisoo, “Hah? Jadi beneran nih kak?”

Jisoo tidak menjawab ia hanya menganggukan kepalanya.

“Kak makasih ya?”

Jisoo mendongakan kepalanya, raut wajahnya diisi dengan kebingungan

“Makasih kenapa?”

“Makasih udah sayang sama Seokmin. Gue boleh minta tolong?”

“Selama gue bisa bantu kenapa enggak?”

“Bahagiain Seokmin ya kak”

“Gimana? Ini gak salah? Kan lo pacarnya?”

“Gue gak pacaran kali kak”

“Hah? Bukannya kalian saling sayang?”

Soonyoung tersenyum tipis mendengar pertanyaan Jisoo, sedangkan Jisoo tahu senyuman di bibir Soonyoung tidak menyiratkan kebahagiaan.

“Iya saling sayang kok, tapi sayang aja gak cukup kak. Gue kristen”

Shit, batin Jisoo

“Wow, gue gatau kalo kalian beda agama?”

“Iyaya? Apa karena gue keseringan ikut dia ke masjid sampe orang-orang gatau kalo gue kristen?'

“Maybe? Gue sering liat lo di masjid tiap hari jumat”

“Nemenin Seokmin sama Mingyu itumah”

“Gak mungkin kan alasannya cuma beda agama?”

“Nyokap gue sama nyokapnya Seokmin udah ngasih warning buat kita berdua untuk gak pacaran. Gue sama Seokmin tau maksud baik dari mereka, makanya kita ga berani buat ngelanggar.”

“Terus maksudnya bahagiain dia tuh gimana? Lo mau kemana sampai ga bisa bahagiain dia?”

“Gak kemana-mana kok disini aja. Gue minta tolong sama lo bahagiain dia in romantic way? Soalnya gue udah gak bisa kasih dia kebahagiaan disitu, cuma kebahagiaan dipertemanan aja.”

“Are you okay?”

Soonyoung tersenyum, “santai lah okay banget gue mah”

Jisoo bisa melihat ada sesuatu yang disembunyikan Soonyoung dibalik senyumnya yang ceria.

“Maksud gue lo gapapa ngeliat Seokmin pacaran sama yang lain?”

“Ya gapapa kak, malah gue niatnya tuh moveon setelah dia punya pacar. Seenggaknya dia gak bakal ngerasa tertinggal atau sendirian.”

“How about you, Soonyoung? Lo mikirin kebahagiaan Seokmin terus daritadi”

“Gue mah gampang kak, Seokmin senyum aja gue udah bahagia banget gila. Intinya dia bahagia gue bahagia kok”

Jisoo sangat merasakan ketulusan Soonyoung, sayang sekali dunia terlalu jahat untuk mereka berdua.

“Tapi gue gak janji ya? Kalau kebahagiaan dia di lo gimana?”

“Coba dulu kak”

“Gue bakal coba, tapi jangan berharap lebih ya”

Soonyoung tersenyum sangat lebar, “Makasih banyak ya kak”

“Gue yang makasih”

Soonyoung melihat kearah pintu masuk dan melambaikan tangannya, “Duluan ya kak, Seokmin di kosnya tuh jangan lupa disamperin. Bahagia terus kak”

Jisoo melihat Soonyoung berjalan keluar cafe tersebut dan menghampiri lelaki bertubuh kecil, Jihoon.

“Bahagia juga ya, Soonyoung.”

Soonyoung pov

Sore ini gue berbeda dari sore-sore sebelumnya, karena kali ini gue sedang di dapur rumah Seokmin bersama ibunya Seokmin. Kami berdua berniat untuk memasak menu makan malam kali ini, soto favorite gue dan ayam bakar favorite Mingyu gak lupa juga dengan kentang balado kesukaan Seokmin sedangkan Minghao tidak request katanya dia akan makan semua masakan yang dimasak.

Oke kali ini gue hanya berdua sama ibu karena Seokmin sedang tidur siang sementara Mingyu dan Minghao pergi keluar, yang gue tau Minghao ingin bertemu mantan kekasihnya yang sering Seokmin sebut dengan sebutan “Anak Taruna”. Mingyu memaksa untuk ikut Minghao dengan alasan receh, “Nanti kalo lo sendirian yang ada lo nangis lagi”. Gue ramal Mingyu akan diturunkan di tengah jalan oleh Minghao.

Menurut pendapat gue, ibu adalah sosok ibu yang menyenangkan. Ibu juga gak pernah neko-neko dalam masalah apapun yang bersangkutan dengan kebahagiaan keluarganya. Fisik ibu sangat mirip dengan Seokmin sementara Chan sangat mirip dengan Abah. Kalau kata ibu, “aa mah anak ibu banget makanya si aa suka nangis, si chan mah anak abah kalau nangis ga ditunjukin”

“Nyong, tolong irisin daun bawang sama cabai ya nak” pinta ibu sambil menunjuk kearah sayuran yang dimaksud

“Iya bu”

Keheningan mengisi udara selama gue dan ibu memasak sampai akhirnya ibu angkat bicara.

“Nak Soonyoung tahu kalau aa sayang sama kamu?”

“Tau bu”

“Kalau kamu sendiri gimana nak? Sayang sama anak ibu?”

“Sayang bu, sayang banget.”

Ibu tersenyum mendengar jawaban yang gue berikan

“Ibu senang kalau Soonyoung sayang sama anak ibu”

“Iya ibu”

“Ibu juga sayang sama Soonyoung, Soonyoung juga sudah ibu anggap sebagai anak ibu sendiri.”

“Soonyoung juga sayang kok sama ibu”

“Soonyoung tahu kan kemana arah pembicaraan ini?”

Gue enggak bodoh untuk tidak mengetahui maksud ibu barusan

“Tau kok bu”

“Kalau bisa jangan ya nak?”

Gue tidak kaget mendengar ucapan ibu jadi gue hanya tersenyum mendengarnya walaupun sejujurnya gue ingin menangis mendengarnya.

“Iya ibu, ini lagi diusahain” ujar gue dengan tetap mengiris cabai

“Nyong sama Seokmin kemarin udah ngobrol banyak bu, kita sama-sama tau kalau kita ga mungkin bareng karena agama kita yang beda” lanjut gue

“Iya nak, ibu gak maksa kamu untuk langsung hapus perasaan kamu ke aa”

“Iya bu, Nyong sama Seokmin sama-sama lagi usaha untuk ngeikhlasin semuanya. Doain ya bu biar Nyong sama Seokmin nemu kebahagiaan yang lain”

“Iya, Nyong. Tiap solat ibu gak pernah lupa untuk doain si aa dan kamu biar kesedihan kalian yang sekarang diganti sama kebahagiaan 200 kali lipat dimasa depan”

“Makasih ya bu atas doanya, Nyong juga gak lupa untuk doain ibu, abah sama chan biar sehat selalu”

Ibu menghampiri gue dan memegang tangan gue, mungkin ibu mendengar suara gue yang bergetar menahan tangis.

“Soonyoung, ibu minta maaf ya kalau aa dateng ke Soonyoung bukan dalam keadaan yang pantas menurut agama Soonyoung. Ibu harap kamu gak anggap ini sebagai perpisahan ya nak? Ibu pengen Soonyoung tetep main kesini, karena ibu suka sekali masak soto buat Soonyoung”

Sial gue malah menangis mendengar ucapan ibu barusan

“Maafin Soonyoung ya bu udah buat Seokmin sedih beberapa bulan belakangan ini”

“Bukan salah Soonyoung, jangan salahin diri sendiri ya nak?”

“Iya bu, makasih ya bu”

Ibu memeluk gue dengan erat sambil terus berbisik mengatakan bahwa gue akan baik-baik saja dan terus meminta maaf kepada gue.

Yang gue tidak tahu adalah Seokmin mendengar semuanya dan ia ikut menangis bersama gue dan ibu.

Pov Seokmin

Sore ini gue nemenin ibu beli lauk buat makan malem nanti sekalian ke pasar sih katanya ibu mau belanja buat masak sarapan besok. Ibu yang gue maksud bukan ibu kandung gue melainkan ibunya Soonyoung.

Dari awal gue kenal sama ibu, ibu adalah sosok yang baik hati dan sangat menyenangkan untuk diajak ngobrol banyak hal, mulai dari hal receh tentang seleb ibukota atau bahkan hal hal berat mengenai kehidupan. Ibu selalu menganggap gue sebagai anaknya, bahkan ibu sempat bercanda ke ibu kandung gue bahwa ia ingin mengadopsi gue. Lucu kan?

“Seokmin, kamu suka makan apa?”

“Apa aja seokmin makan bu”

“Pasangan kamu nanti beruntung loh nak”

“Kenapa gitu bu?”

“Kamu bukan pemilih makanan jadi gampang untuk pasangan kamu nanti masakin kamu”

“Kalo Soonyoung boleh bu jadi pasangan Seokmin?”

Ibu yang mendengar pertanyaan gue barusan hanya tersenyum sambil mengelus pundak gue ia tidak memberi jawaban apapun.

Selama di perjalanan pulang menuju rumah, ibu bercerita banyak mengenai Soonyoung yang sudah gue dengar ribuan kali tapi anehnya gue tidak pernah bosan.

“Kamu tau Soonyoung pernah nangis ngerengek minta patung mcdonalds untuk dibawa pulang ke rumah?”

“Hah masa bu?”

“Iya dia suka sekali patung itu, dia kira patungnya bisa buatin dia ayam mcdonalds jadi dia ngerengek minta dibawain pulang. Dari kecil tingkahnya selalu bikin pusing”

Gue hanya tertawa mendengar cerita barusan, tingkah Soonyoung memang selalu mengundang tawa.

“Nak seokmin, ibu mau ngomong boleh?”

“Iya bu”

Gue gugup dan takut kalau kalau ibu meminta gue untuk menjauhi Soonyoung walaupun tidak mungkin. Apa ibu tahu gue sayang sama Soonyoung in a romantic way?

“Nak Seokmin sayang ya sama Soonyoung?”

“Sayang banget bu”

“Soonyoung bilang sama ibu kalau dia juga sayang sama kamu”

“Iya bu, Seokmin tau kok”

Gue bisa memahami arah pembicaraan ini dan gue siap akan hal yang akan terjadi apapun itu.

“Kalau bisa jangan ya nak?”

Bingo.

Gue hanya tersenyum mendengar ucapan ibu barusan. Ketika mobil berhenti dilampu merah gue melihat ibu menitikan air mata. Buru-buru gue mengambil tisu yang ada di dashboard mobil dan memberikannya kepada ibu.

“Ibu sayang banget sama nak Seokmin, tapi ibu belum bisa menerima Soonyoung untuk menikah dengan lelaki dari beda agama.”

“Iya ibu, Seokmin paham maksud ibu”

Tanpa gue sadari gue ikut menitikan air mata yang langsung ibu hapus dari pipi gue.

“Seokmin dan Soonyoung udah bicara banyak bu tentang ini”

Gue diam sebentar menunggu jawaban dari ibu, tetapi ibu tidak menjawab mungkin meminta gue untuk lanjut berbicara.

“Kita sama-sama paham kalau kita gak bisa bersama bu, makanya sekarang baik Seokmin dan juga Soonyoung lagi proses melupakan satu sama lain”

“Iya Seokmin, ibu tau kalau melupakan itu tidak mudah. Ibu gak minta kamu untuk lupain Soonyoung sekarang”

“Iya bu, makasih ya bu”

Sesampainya gue di depan pagar rumah Soonyoung, ibu kembali angkat bicara

“Terima kasih ya nak sudah sayang sama Soonyoung. Ibu bukan minta kamu untuk berhenti menjadi teman Soonyoung, tapi ibu minta untuk tidak lanjut ke jenjang berikutnya ya nak”

“Iya ibu, makasih ya bu. Seokmin boleh kan main kesini?”

“Seokmin, ibu gak pernah minta kamu untuk menjauhi Soonyoung. Ibu sayang sama kamu nak, jadi ibu akan senang sekali kalau Seokmin masih mau datang kesini. Nanti ibu masak makanan kesukaan kamu”

“Iya bu, makasih ya bu”

Jisoo sedikit menyesali ucapannya beberapa hari lalu, karena sekarang di dalam kamar jisoo yang berukuran tidak terlalu besar itu diisi dengan keheningan. Baik jisoo maupun seokmin enggan memecahkan keheningan yang menyelimuti mereka.

“Seok”

“Iya”

Hening. Jisoo masih menyusun kata-kata yang tepat bagaimana ia bisa menjelaskan kepada lelaki yang sedang berbaring disebelahnya mengenai pesannya beberapa waktu lalu.

“Lo mau minta peluk sekarang?”

Jisoo membelalakan matanya mendengar ucapan seokmin barusan, “HAH?”

“Kan lo yang minta? Katanya buat ngebuktiin?”

Jisoo berpikir apakah ia harus berbohong bahwa pesan itu bukan dikirim olehnya? Atau dia harus beralasan bahwa ia sedang mabuk waktu itu sehingga tidak sadar sudah mengirim pesan seperti itu ke Seokmin tapi mana mungkin Jisoo mabuk di siang hari?

“Iyaya? Masa sih? Kapan ya gue bilang kayak gitu?”

“Yee nih masih ada chatnya sama gue, emang lo mau buktiin apa sih?”

“Enggak kok enggak, gajadi.”

“Apanya gajadi? Peluknya?”

“Iya peluknya”

Seokmin bangun dari posisi tidurnya dan membuat Jisoo mau tak mau ikut bangun. Posisinya mereka sedang berhadapan, keduanya menunggu untuk salah satu dari mereka untuk bergerak duluan.

Itu Seokmin yang akhirnya membuka lebar tangannya, memberi isyarat kepada Jisoo untuk segera memeluknya.

“Buru peluk”

Dengan perlahan tapi pasti, Jisoo memajukan badannya dan merengkuh lelaki berhidung mancung ini dengan erat.

“Buset soo pelan aja peluknya kali gue ga kemana-mana”

“Diem dulu, 5 menit.”

Ucapan Jisoo barusan tentu membuat Seokmin bingung tapi mau buat apa lagi? Seokmin akhirnya menutup mulut dan memilih untuk membalas pelukan Jisoo. Jisoo dapat merasakan elusan tangan dipunggungnya, terasa menenangkan dan aman. Dan mereka diam diposisi itu selama 5 menit

“Udah seok” ujar Jisoo melepas pelukannya

“Udah?”

“Udah kok”

“Udah nemu jawabannya?”

“Hah?”

“Kata lo mau ngebuktiin sesuatu kan? Udah ketemu belum jawabannya?”

Jisoo diam, ia merasakan debaran di dadanya. Saat memeluk Seokmin, Jisoo dapat merasakan kehangatan sama seperti hangat saat ia memeluk kedua orang tuanya.

“Jadi gue suka sama seokmin?” batinnya

“Udah kok”

“Apa tuh soo?”

“Kepo deh lo”

Little did Jisoo know, Seokmin juga merasakan hangat didadanya saat memeluk Jisoo.

Kalau saja seokmin mengajak soonyoung berkencan saat mereka berdua masih diusia belasan mungkin soonyoung akan mengiyakannya, sayangnya mereka bertemu diakhir usia belasan dan jatuh cinta diusia puluhan.

Bagi soonyoung, seokmin adalah manifestasi dari hal-hal baik. Kehadiran seokmin dihidupnya memberikan warna baru yang sebelumnya tidak pernah ia lihat.

Seokmin yang selalu ceria, jujur saja soonyoung hampir tidak pernah melihat seokmin marah atau menangis kecuali satu waktu lalu. Saat itu seokmin marah besar kepada salah satu anak bem karena kelalaiannya yang mengakibatkan kerugian untuk bem tersebut. Soonyoung juga pernah tidak sengaja melihat seokmin menangis, waktu itu ia ingin memberi suprise kepada seokmin tetapi saat ia sampa di kos seokmin ia malah menemukan si lelaki mancung tersebut menangis sendirian entah karena apa, air mata tersebutpun langsung dihapus segera saat seokmin menyadari kedatangan soonyoung.

Menurut soonyoung, jejak seokmin ada dimana-mana. Di kamar kos soonyoung, di parkiran FIB kampusnya, di tukang bubur dekat kampusnya, ditiap sudut kota Depok dan bahkan diatas kasur miliknya.

Sekarang disinilah seokmin diatas kasur soonyoung sedang merebahkan badannya sambil menunggu si pemilik kamar menggosok gigi.

“Yang”

“Apa?”

“Kemarin kamu pulang sama kak jihoon kan?”

“Iya, kan kamu liat pas di parkiran”

“Bagus deh, aku takut kamu ditinggalin di jalan”

Soonyoung menoyor kepala seokmin, “gila ya lu”

Soonyoung menidurkan badannya tepat disamping seokmin sambil memperhatikan tiap sudut muka teman baiknya tersebut.

“Makasih ya seok?”

“Hah? Makasih kenapa?” tanya seokmin dengan kebingungan, posisinya kini mereka memeluk satu sama lain dengan tangan seokmin mengelus lembut surai rambut soonyoung.

“Udah ngertiin aku dan gak ngejauh”

“Alay, yakali aku ngejauh? Dari pas aku suka sama kamu aku udah tau konsekuensinya kaya gimana, makanya pas kamu nolak aku juga gak kaget malah aku paham banget”

“Ah anjing lo”

Seokmin terkejut mendengar ucapan kasar yang ditujukan soonyoung untuknya, “deh goblok malah nangis”

“Mau denger cerita lucu gak seok?”

“Mau” jawab seokmin sambil menghapus jejak air mata dipipi soonyoung

“Abis aku nolak kamu, aku sampe kos langsung cari negara yang ngelegalin nikah beda agama”

“Si anjing”

Soonyoung dapat melihat seokmin yang sedang menahan tangisnya, “kenapa ikutan nangis sih lo jelek”

“Tau gak nyong?”

“Apa?”

“Gue juga ngelakuin itu semalem. Gue cari tau negara mana yang ngelegalin nikah beda agama terus gue cari tau di google dan twitter gimana izin ke orang tuanya” ujar seokmin dengan tertawa, “sejauh itu pikiran gue nyong”

“Sialan”

“Nyong”

“Apa yang?”

“Makasih ya”

“Kalau lo mau mellow gue tendang ya seok”

“Anjing” ujar seokmin dengan tertawa, “Makasih udah sayang sama gue, gue juga sayang sama lo kok. Banget”

Soonyoung menghapus air mata yang entah bagaimana mengalir dipipinya, “Makasih juga ya seokmin”

“Seok boleh?”

Seokmin paham apa maksud kalimat soonyoung barusan jadi ia menganggukan kepalanya memberikan izin kepada soonyoung, “boleh”

Soonyoung dengan cepat menarik kerah seokmin, membuat seokmin reflek menutup mata saat ia merasakan bibirnya beradu dengan milik soonyoung. Entah sejak kapan tapi sekarang soonyoung sudah duduk dipangkuan seokmin dengan kedua tangan memeluk leher seokmin. Hal tersebut membuat seokmin menaruh tangannya dibelakang kepala soonyoung, berusaha mengikuti tempo ciuman soonyoung.

Sesekali soonyoung melepas tautan dibibir mereka untuk memberikan gigitan kecil dibibir seokmin yang membuat seokmin tersenyum kecil. Seokmin tau bagaimana cara menyesuaikan tempo, berbeda dengan soonyoung yang selalu terburu-buru. Kalau seokmin tidak mengambil alih dominasi maka dalam beberapa menit kedepan soonyoung akan kehabisan napas.

“Kebiasaan dah lo kalau cium cepet cepet banget kayak dikejar rentenir”

Kalimat barusan dibalas soonyoung dengan toyoran dikepala seokmin, setelahnya ia masih berusaha mengatur napas sebelum akhirnya mendekatkan kepalanya kearah seokmin agar si dominan dapat menciumnya dengan leluasa.

“Aku gak kemana-mana kok” ujar seokmin sebelum mencium bibir soonyoung. Seokmin meremas pelan pinggang soonyoung tiap kali soonyoung berusaha mempercepat gerak lidahnya.

Soonyoung membuka mulutnya sedikit lebih lebar, memberi akses bagi lidah seokmin untuk menunjukan dominasi melalui hisapan disela-sela ciuman. Malam itu, lenguhan soonyoung beradu dengan suara musik dari radio yang sengaja dinyalakan membentuk satu nada yang terdengar indah di telinga seokmin.

Soonyoung melepaskan ciumannya. Soonyoung berantakan, dengan rambut yang sudah tidak tertata rapi dan bekas saliva di bibirnya yang memberikan kesan berkilau tapi entah kenapa di mata seokmin, soonyoung terlihat jauh lebih indah dari biasanya.

“Mau?”

“Mau”

Sisa malam dihabiskan mereka dengan memberikan afeksi untuk satu sama lain.

Akhirnya hari yang seokmin tunggu-tunggu datang juga. Hari ini hari sabtu bertepatan dengan acara dies natalis yang sudah seokmin kerjakan beberapa bulan belakangan ini dan semoga usahanya terbayarkan.

Sudah 2 hari seokmin tidak pulang ke kosnya maupun ke kos soonyoung, ia menginap di ruang sekre bem karena tidak ada waktu untuk kembali ke kos. Baju kotornya? Ia titipkan ke soonyoung karena hanya soonyoung yang menyimpan kunci cadangan kos seokmin. Yang seokmin tidak tahu, soonyoung tidak hanya menaruh pakaian kotornya di keranjang kamar seokmin melainkan ia mencucinya dan menaruh lagi pakaian tersebut ke lemari seokmin.

Sekarang sudah pukul 7 malam hari dan di atas panggung ada band kampus yang sedang bernyanyi lagu favorite seokmin—manusia bodoh.

“Seok, lo liat anak keamanan gak?” tanya Yuta yang baru saja datang menghampirinya

“Lah kan lo anak keamanan”

“Bukan gue, yang lain”

“Tadi gue liat bang seungwoo di deket gate terus sama bang johnny di belakang panggung” ujar seokmin dengan menunjuk ke arah yang dimaksud, “emang ada apaan bang?” lanjutnya

“Itu anjir deket ruangan guest star ada penonton yang berkerubung terus barusan ada yang ketauan bawa minuman alkohol. Kacau anjing”

“Serius bang? Itu yang bawa minuman alkohol pas dicek di gate ga ketauan?”

“Makanya gue juga bingung kok bisa lolos. Evaluasi besar-besaran dah malem ini” oceh Yuta dengan menyalakan ht yang sedaritadi digenggamnya, “duluan ya seok” lanjutnya

Tidak terasa sudah pukul 10 malam, di atas panggung sekarang si pembawa acara sedang mengajak penonton untuk mengobrol sebelum akhirnya memanggil guest star selanjutnya–Tulus.

“Yang kamu tau gak lagu yang bakal dinyanyiin tulus?” tanya soonyoung kepada lelaki disampingnya

“Tau, kan aku yang request”

“Dih pak ketua sombong banget”

“Serius, kamu tebak deh lagu apa yang bakal dibawain tulus”

“Kalo bener hadiahnya apa?”

“Pizza hut?”

“Deal”

“Jadi apa tebakan kamu yang?”

“Kisah sebentar”

Seokmin tersenyum mendengar jawaban soonyoung, “betul, pizza hutnya ditunggu paling lambat besok malam ya mas”

“Pizza hut bonus cuddle gak ya mas?”

“Bonus cuddle dan cium kok mas”

Baik seokmin dan soonyoung tertawa karena jawaban yang diberikan seokmin barusan.

Alunan lagu kisah sebentar mulai terdengar dikedua telinga seokmin dan soonyoung.

“Yang”

“Apa?”

“Pacaran yuk?”

Soonyoung terkejut dengan ajakan seokmin barusan, harusnya ia sudah terbiasa tiap kali seokmin mengajaknya berkencan tapi kali ini ada suara tulus yang mengisi obrolan mereka. Terasa berbeda dan baru.

“Ye malah diem lagi” ujar Seokmin sambil menepuk tangan soonyoung yang sedaritadi ia genggam

“Yang demi Tuhan dah jangan ganggu momen ini dengan bercandaan”

Seokmin tahu semua ajakan berkencannya selalu dianggap bercanda oleh lelaki disampingnya, “Demi Allah nyong gue serius kali ini”

Soonyoung memutar badannya agar ia dapat berdiri didepan seokmin, “yang?”

“Kenapa gue dianggep bercanda mulu si yang?”

“Seokmin”

Seokmin tahu jika soonyoung sudah memanggilnya dengan nama aslinya maka lelaki didepannya ini akan berbicara serius.

“Iya”

“Gak bisa seokmin. Lo yang paling tau alasan kita gak bisa bareng kan?”

“Sekarang gini deh nyong, lo sayang gak sama gue?”

“Romantically? Banget seok” ujar soonyoung dengan tersenyum, “tapi sayang aja gak cukup kan?” lanjutnya

“Maksudnya?”

“Seok, kita beda. Lo sibuk di jumat siang, gue sibuk di minggu pagi”

Sial, seokmin terlalu senang dengan banyaknya persamaan diantara mereka sampai-sampai ia lupa ada perbedaan yang krusial diantara mereka.

“Gak bisa nyoba dulu?”

“Terus gimana selanjutnya, seokmin? Kita pacaran terus putus nanti jadi stranger lagi gitu? Kamu maunya gitu?”

“Kan bisa gak putus?” ujar seokmin, dan soonyoung dapat mendengar betapa hopelessnya suara seokmin

“Kamu mau ninggalin tuhan kamu buat aku? Enggak kan? Aku juga seok”

“Jangan ya? Aku sayang banget sama kamu seok, sumpah. Rasanya aku mau meledak tiap kali liat kamu senyum”

Hening.

“Kamu tau gak? Dengan kita yang terus temenan gini tanpa ada hubungan lebih bisa jadi beberapa tahun kedepan atau bahkan sampe kita jadi kakek-kakek kita bisa temenan. Kalau pacaran terus putus kita jadi stranger seok, aku gak bisa bayangin hidup aku sepuluh tahun lagi tanpa ada kamu didalamnya”

Seokmin tersenyum mendengar jawaban soonyoung, “Tapi kita tetep bisa temenan kan nyong?”

“Iyalah, kamu tetep ayangnya aku begitu juga sebaliknya aku juga tetep ayangnya kamu” ucap soonyoung dengan mengelus pipi seokmin, “no hard feeling ya seok?” lanjutnya

“No hard feeling” ujar seokmin dengan mantap

Keduanya merasakan sakit yang sama, tapi mereka bisa apa selain merelakan semuanya?

“Soonyoung!”

Seokmin dan soonyoung menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Disitu jihoon berdiri melambaikan tangannya memberi tanda ke soonyoung untuk menghampirinya

“Aku duluan ya yang. Nanti pizza plus cuddle dan ciumnya aku tunggu besok malem”

“Kos kamu apa kos aku?”

“Kamu aja” ujar soonyoung dengan tersenyum, “seok” lanjutnya

“Iya?”

“Gapapa kan?”

“Gapapa kalau ini jalan yang terbaik buat kita berdua, aku mau kita berdua bisa nerima semuanya ya?”

“Makasih ya yang?”

“Sama-sama, sayang. Sana samperin kak jihoon, udah nungguin tuh dia”

“Duluan ya yang?”

Sekarang seokmin sendirian, ingatkan seokmin untuk meminta maaf kepada penghuni kosnya karena malam ini ia ingin segera pulang ke kosnya lalu memasang lagu manusia bodoh dengan suara kencang dan diputar sampai matahari tiba.

“Oke siapapun yang manggil gue sekarang bakal gue ajak nightride setelah selesai evaluasi” batin seokmin

“OMIIIIIIIIN”

Itu jisoo, menteriakan namanya sambil lompat kecil dan melambaikan tangannya seakan meminta semua atensi seokmin.

Malam minggu kali ini seokmin mengajak minah ke salah satu tempat kopi di kota depok, alasannya sesimpel karena minah berkata bahwa ia suka dengan kopi.

“Gila deh ini tempat kalau malem minggu enggak pernah sepi”

“Jangankan malem minggu na, gue senin siang kesini aja rame banget”

“Demi apa seok? Warga depok gabut semua apa gimana ya?”

“Eh jangan gitu, lo kan warga depok juga sampe lo lulus kuliah”

Minah tertawa mendengar ucapan seokmin, “bener juga lo”

Alasan seokmin mengajak minah malam mingguan bukan karena soonyoung sedang di Bandung sehingga ia tidak bisa menemaninya malam ini melainkan karena ia ingin mengenal minah lebih jauh, dalam konteks romantis.

Mungkin minah menyadari hal tersebut dilihat dari ucapan maupun perilakunya tiap kali ia bersama seokmin. Ini bisa jadi hal baik maupun buruk untuk si lelaki.

Kalau boleh percaya diri, seokmin yakin respon yang diberikan minah adalah respon positif. Tidak hanya seokmin yang seringkali mengajaknya pergi bersama, minah pun melakukan hal itu. Hanya saja minah bergerak perlahan sehingga orang lain tidak akan menyadari bahwa ia sedang mendekati lelaki mancung bernama seokmin.

Kalau ditanya apakah seokmin sudah memiliki perasaan untuk perempuan berambut panjang yang sekarang sedang duduk didepannya maka jawabannya belum. Seokmin masih menyimpan perasaan untuk sahabatnya, soonyoung. Ia mendekati minah selain untuk melupakan perasaannya kepada soonyoung ia juga sedikit penasaran dengan perempuan cantik ini.

“Seok, rapat gabungan kapan lagi deh?”

“Minggu depan kali ya? Acaranya makin deket untung anak acara udah prepare kan rapat dari awal jadi kita udah ada gambaran sama bahan buat nanti rapat kedua”

“Oh gitu ya”

“Paling setelah rapat kedua ini, rapat gabungan yang dateng cuma ketua divisi sama 2 anggota”

“Gak perlu semua seok?”

“Kata ketuanya sih gitu”

Minah menganggukan kepalanya, “pacar kak chungha kan ya?”

“Apanya?”

“Ketuanya”

Seokmin mengangkat kedua bahunya, “katanya sih cuma gue ga tau masalah gitu-gituan, ga penting juga”

“keren”

Seokmin mengangkat salah satu alisnya menandakan ia bingung maksud dari ucapan minah

“Keren darimananya?”

“Gatau keren aja”

“Aneh lo”

Oh ini mungkin alasan seokmin tertarik dengan minah, sifat minah yang easy going dan ceria membuat seokmin seringkali menemukan dirinya tersenyum karena tingkah laku perempuan tersebut.

“Kalo gitu gue aja, seok”

“Apanya?”

“Yang temenin lo rapat gabungan”

“Yakin? Makin sibuk loh na”

“Yakinlah, gapapa kan sibuknya sama lo” ujar minah dengan tersenyum, “kalau sama lo mah gak berasa sibuknya kali seok, gue malah seneng” lanjutnya

1-0

“Gue juga”

“Apanya?”

“Seneng sibuk bareng lo”

“Emang kenapa?” tanya minah dengan memajukan badannya mendekati seokmin

“Sibuk bareng berarti ngabisin waktu bareng kan?”

“Iya terus?”

“Gue seneng ngabisin waktu sama lo, tandanya gue bakal kenal lo lebih jauh”

“Emang kenapa lo pengen kenal gue lebih jauh”

“Karena gue tertarik sama lo?”

1-1.

Seokmin dapat melihat pipi minah berubah warna menjadi merah, “dih merah banget tu pipi”

“SIALAN LO LEE SEOKMIN”

Kedatangan seokmin di rumah jisoo disambut hangat oleh orang tuanya, bahkan ketika seokmin baru saja melangkah masuk mama hong langsung menghampirinya dan memberikan pelukan hangat.

“Seokmin kemana aja nak? Baru keliatan lagi” tanya mama jisoo

“Iya ma, lagi sibuk jadi panitia acara nih. Maaf ya ma jadi jarang dateng kesini”

“Ketua divisi acara tuh si seokmin ma, makanya sibuk dia” sahut jisoo sebelum akhirnya pergi ke kamarnya untuk membersihkan badan

Sementara jisoo pergi ke kamarnya, seokmin ditarik mama jisoo ke arah sofa untuk berbincang.

“Kamu gak lagi berantem sama jisoo kan?”

“Ya ampun, enggak dong ma. Kebetulan lagi sibuk aja”

“Oh gitu, abis waktu mama suruh jisoo ajak kamu ke rumah dia bilangnya nanti melulu kirain berantem”

Seokmin tersenyum mendengar ucapan ibu dari kakak tingkatnya tersebut, “maaf deh ma, nanti seokmin bakal lebih sering kesini kalau udah gak sibuk”

“Yaudah, kamu sana ke kamar jisoo nonton atau main dulu, 30 menit lagi turun ya buat makan malem”

“Mau dibantuin gak ma?”

“Gak usah, mama bisa sendiri kok” ujar mama jisoo lalu mendorong seokmin untuk segera pergi ke kamar anaknya.

Ada tiga hal yang seokmin sukai dari rumah keluarga hong, yang pertama suasana hangatnya, kedua masakan mama jisoo yang dapat melepas kerinduan akan masakan ibunya di Bandung, dan ketiga hong jisoo.

Seokmin membuka pintu kamar dan menemukan jisoo sudah mengganti pakaian dan sedang duduk diatas kasurnya sambil menonton series netflix di televisinya.

“Eh seok sini sini, lo udah nonton lupin belom?” ucap jisoo sambil menepuk sisi kasur disebelahnya menyuruh seokmin untuk ikut duduk diatas kasur miliknya.

“Series darimana itu soo?”

“Prancis, seru deh alurnya gak ngebosenin”

“Tentang apa?”

“Balas dendam gitu si lupinnya pokoknya keren kalo lo suka ocean's eight atau now you see me kayaknya lo bakal suka ini sih”

“Ooh oke nanti gue nonton”

Seokmin mengedarkan pandangannya dan menemukan kulkas di kamar jisoo, “buseeett soo kamar lo sekarang ada kulkasnya? kalah kosan gue”

Jisoo tertawa mendengar ucapan seokmin, “itu mama yang nyuruh seok, gue akhir-akhir ini jarang keluar kamar karena nugas mulu jadi mama ngide beli kulkas biar gak bulak balik keluar kamar”

“Kalau di kosan gue ya soo, kulkasnya barengan tuh di dapur kosan kalo gue taro minuman 5 menit kemudian udah ilang”

“Kok bisa?”

“Iya ada aja yang ngambil, gatau deh itu siapa. Pernah juga gue beli nugget buat ngehemat taunya 3 hari udah abis dimakanin anak kosan gatau deh itu siapa yang ngambil”

Jisoo tertawa mendengar cerita seokmin, “kayaknya seru ngekos ya seok?”

“Seru anjing katanya”

Jisoo makin tertawa mendengar ucapan seokmin, “eh seok mau nanya deh”

“Tanya aja”

“Itu cewek yang kemarin datang sama lo siapa?”

“Yang pas kapan? Pas rapat gabungan?”

“Iya”

“Oh itu minah anak vokasi”

“Gebetan lo ya seok?”

“Doain aja”

Jisoo terdiam mendengar jawaban seokmin dan seokmin yang menyadari hal itu menolehkan kepalanya ke arah jisoo.

“Kenapa soo?”

“Hah? Enggak enggak, sorry tadi bengong”

“Ye kirain kenapa?”

“Kenapa?”

“Kirain lo naksir gue terus galau denger jawaban gue”

Jisoo hampir tersedak mendengar jawaban seokmin, “pede banget ya lo”

Seokmin tidak tahu bahwa jisoo sedang berusaha mencari tahu arti debaran di dadanya tiap kali ia bertemu dengan seokmin.