heavenspile

Seokmin gak pernah ngerasa sebahagia ini bangun di sabtu pagi. Biasanya sebelum tidur dia akan menonton televisi sampai ketiduran tapi semalam dia menghabiskannya dengan Jisoo. Jisoo bertanya tentang dirinya di masa lalu yang dia sudah lupa dan bagaimana Jisoo dan Seokmin bisa bertemu. Posisinya pada malam itu adalah kepala Jisoo diatas lengan Seokmin dan tangan Jisoo melingkar di tubuh Seokmin.

“Pagi papi.” Sapa Sunoo sambik menuruni tangga dari lantai atas.

“Loh papa gak disapa?”

“Oh iya gak keliatan pa, pagi papa jelek.”

“Gak usah papa buatin sarapan lah kamu.”

“Yeee ngambek.” Sunoo tertawa sambil menghampiri Jisoo yang sedang duduk di sofa, “pi, papa ngambekan tuh makin jelek ya pi ya?” Lanjutnya

Jisoo tertawa, ia belum pernah merasakan ini sebelumnya. Ada perasaan hangat tiap kali ia melihat interaksi Seokmin dan Sunoo. Jisoo di masa lalu, kamu beruntung ya., batinnya.

“Seok, kamu jangan ngambekan gitu ih. Malu tau udah tua.”

“TUH PA DENGER KATA PAPI.” Sunoo menyindir Seokmin sambil memeletkan lidahnya.

“Soo kamu bela Sunoo? Kan dia yang mulai.”

“Dih papa, kayak anak kecil huuuu.”

“Seok udah ih.”

Seokmin mengalah, ya mau gimana lagi kalau Jisoo ternyata tidak memihaknya.

“Sini makan dulu. Papa buat Waffles aja ya, males masak yang berat-berat.”

“Its okay bro, aku abis ini mau makan sereal.” Ucap Sunoo sambil menyiapkan piring untuk kedua orang tuanya.

“Makasih ya kak, oh iya kak pulang les ikut yuk ke mall.” Ajak Jisoo

“Yess ikuuuttt, berdua aja kan pi?”

“Yeee enak aja, sama papa lah.” Ujar Seokmin.

“Oooh kirain, okedeh. Nanti jemput aku ya.”

“Naik gojek aja kak, biar papa ga puter balik.”

Sunoo mendelikkan matanya, “PA YANG BENER AJA???”

“Seok ih gak boleh gitu.” Jisoo mencubit tangan Seokmin, “Enggak kak, nanti dijemput ya.”

“Soo kamu bela Sunoo mulu ih aku sebel.”

“Jangan kayak anak kecil, Seokmin.”

“Tapi aku kan juga mau dibela.”

“Iya nanti ya aku bela.”

Sunoo yang melihat interaksi kedua orang tuanya hanya tersenyum manis, merasa senang. Diam-diam Sunoo mengucapkan terima kasih kepada Tuhan yang sudah mempertemukan kembali Papi dengan dirinya dan juga Papa.

Selama diperjalanan, Seokmin memberitahu Jisoo bahwa ia masih mempunyai orang tua yang lengkap dan sehat. Jisoo juga memiliki seorang kembaran, namanya Jeonghan dan dia sudah menikah dan memiliki satu anak laki-laki.

Jisoo tidak pernah merasa senervous ini sebelumnya, waktu dulu dikenalkan oleh Mr.Chwe ke kolega dan rekan bisnisnya Jisoo santai saja tidak nervous sama sekali padahal momen itu sangat penting untuk karir Jisoo kedepannya tapi sekarang jantung Jisoo berdegup kencang dan tangannya mulai dingin, hal ini karena sekarang dia sudah didepan rumah keluarga Hong. Ada orang tua dan kakaknya di dalam rumah tersebut, yang Jisoo takutkan adalah mereka marah dan tidak menerima Jisoo lagi.

“Papi kok bengong sih? Ayo masuk.” Ajak Sunoo sambil menggandeng tangannya.

Seokmin tahu Jisoo sedang gugup jadi ia rangkul bahu Jisoo dan mengelusnya pelan, memberi rasa aman dan nyaman.

“Assalamualaikum grandma, grandpa ini Sunoo bawa hadiah!” Teriak Sunoo dari depan pintu sambil mengetuk-ngetuk pintu berwarna coklat tersebut.

Tepat ketika pintu terbuka, Jisoo dapat melihat seorang lelaki yang memiliki wajah mirip dengan dirinya.

“JISOO!!!!” Laki-laki tersebut langsung memeluk Jisoo dengan erat.

“oh ini kak jeonghan?”, batinnya.

“Halo kak han?” Jisoo membalas pelukan Jeonghan sambil mengelus pundak Jeonghan dengan lembut.

“Jisoo, gue kangen banget sama lo.”

“Gue juga kak.”

Jeonghan melepaskan pelukannya dan menarik tangan Jisoo untuk membawanya ke dalam rumah.

“Ma, Pa Jisoo pulang.” Ucap Jeonghan sesampainya mereka di ruang yang Jisoo tebak adalah ruang keluarga.

Di ruangan tersebut, Jisoo dapat melihat dua manusia paruh baya yang sedang menangis.

“Pa, ma?” Sapa Jisoo dengan berjalan pelan menghampiri kedua orang tuanya.

“Jisoo, anak mama.” Mama Hong langsung menarik anak bungsunya ke dalam pelukan diikuti oleh Papa Hong yang ikut memeluknya.

“Papa kangen sama kamu, Jisoo.”

“Maafin Jisoo ya, pa ma gak inget tentang kalian sama sekali.” Jisoo menangis didalam pelukan kedua orang tuanya.

“Mama gak masalah, Jisoo. Selama kamu pulang ke rumah mama udah seneng.”

“Bukan salah kamu, nak. Papa seneng kamu pulang ke rumah.”

Ada Jeonghan, Seungcheol dan Seokmin yang ikut menangis melihat interaksi tersebut. Ada Sunoo dan Chan yang diam-diam berpelukan, memberi rasa aman dan nyaman untuk satu sama lain.

“Jisoo lapar nak? Mama buatin soto kesukaan Jisoo, makan ya?”

“Iya ma, Jisoo laper. Tadi Seokmin gak mau makan dulu.”

“Gimana sih lo seok? Masa adek gue dibuat kelaperan?” Ucap Jeonghan

“Eh? Kan ceritanya mau makan disini kak.” Sanggah Seokmin sambil menggaruk kepalanya.


“Ini kamar aku seok?”

“Iya, itu kan ada 2 pintu kan samping lemari nah yang sebelah kiri itu kamar mandi tapi kalo yang kanan pintu penghubung.”

“Penghubung? Kemana?”

“Narnia.”

Jisoo memutar bola matanya, “serius ih.”

“Kamar kembaranmu lah.”

“Aku deket banget ya sama kak han?”

Seokmin menganggukan kepalanya, “Banget. Dulu waktu aku mau deketin kamu yang galak banget ke aku bukan papa atau mama tapi kak han.”

Jisoo membelalakan matanya, “beneran?”

“Iya. Galak banget kak han tuh, eh tapi kamu jangan ngadu ya.” Seokmin menaruh satu jari didepan mulutnya.

Jisoo tertawa, “oke rahasia kita aja ya.”

Jisoo melihat sekeliling kamarnya, ada foto dia memakai seragam pilot, ada piala dan sertifikat yang dipajang disalah satu lemari kaca. Ada foto Jisoo sewaktu kecil dan ada foto Jisoo dengan laki-laki berpipi tembam yang dia tidak kenal.

“Ini siapa, Seok?”

Seokmin bangkit dari posisi tidurannya dan menghampiri Jisoo yang sedang memandangi foto Jisoo dan Soonyoung memakai seragam pilot.

“Soonyoung. Kwon Soonyoung.”

“Temen aku?”

“Sahabat kamu, kamu deket banget sama dia ya sedeket kamu sama kak han gitu. Kamu kenal dia waktu sekolah penerbangan eh taunya satu tempat kerja jadi makin nempel deh kalian.”

“Dia kemana seok?”

Seokmin tersenyum miris, “Copilot waktu kamu kecelakaan itu dia.”

“Kamu bercanda kan seok?” Jisoo menatap Seokmin berusaha mencari kebohongan dimatanya.

“Enggak sayang, maaf ya.”

Jisoo menangis, ada rasa sesal yang entah kenapa hadir memenuhi dadanya.

“Soonyoung punya anak kaya aku seok?”

“Enggak, dia baru tunangan. Kalau gak salah kamu sama Soonyoung ke Paris itu mau beli hadiah buat Jihoon.”

“Jihoon?”

“Tunangan Soonyoung. Kamu bantu Soonyoung untuk kasih kejutan buat Jihoon, kejutannya itu ya hadiah dari Paris. Makanya kamu sama Soonyoung excited banget waktu mau ke Paris, selain alasan kalian udah janji buat keliling Eropa berdua ya karena kamu gak sabar liat Soonyoung nikah.”

“Jihoon dimana?”

“Ada kok, aku masih sering ketemu dia kalau aku berkunjung ke makam kamu. Dia gak baik-baik aja karena Jihoon gak punya siapa-siapa selain Soonyoung.”

“Aku mau minta maaf sama Jihoon.”

“Bukan salah kamu sayang, dulu aku pernah minta maaf ke Jihoon on behalf of you dan dia bilang bukan salah kamu Jisoo. Selain itu dia udah punya pasangan baru kok ya walaupun aku masih suka ketemu dia di pemakaman. Katanya gak ada yang bisa gantiin Soonyoung dihidupnya.”

Seokmin menarik Jisoo kepelukan saat ia tahu tangisan Jisoo semakin kencang, “kamu mau ke makam Soonyoung?”

Jisoo menganggukan kepalanya.

Seokmin lupa udah berapa lama dia gak ngerasain deg-degan segini parahnya, terakhir deg-degan kayaknya waktu dia nikah sama Jisoo deh.

Sekarang Seokmin lagi dimeja makan keluarga Chwe, Seokmin ngerasain kok dari pertama kali dia masuk ke rumah ini semua mata tertuju ke arahnya.

“Jadi, kamu suaminya Joshua? Ah maaf, maksudnya Jisoo?” Mrs.Chwe menatap Seokmin dengan tatapan yang sumpah demi Tuhan Seokmin gak ngerti artinya.

“Iya, Bu.”

“Saya turut senang akhirnya Joshua bisa ketemu sama keluarganya, suami saya sudah berusaha semampunya tapi tidak berbuah hasil.”

Jisoo menganggukan kepalanya, “Belum waktunya kali bun.”

“Seokmin, kamu tau kan kalau Joshua sudah tunangan?”

Seokmin menganggukan kepalanya, “Sudah bu.”

“Saya minta maaf, tidak terpikirkan oleh saya kalau Joshua bisa saja sudah menikah.”

“Bukan salah anda kok, jadi saya tidak masalah”

Mrs.Chwe tersenyum manis, “Seokmin, biar saya yang urus pembatalan pernikahan Joshua dan Johnny. Saya tidak masalah kalau disuruh ganti rugi berapapun jumlah uangnya.”

“Biar aku yang bayar ya bun kalau disuruh ganti rugi.” Jisoo mengelus tangan Mrs.Chwe dengan lembut

“No, its my fault okay?”

“No, mom. Ini salahku juga. Biar aku yang bicara masalah ini ke Johnny.”

Vernon yang sedaritadi diam memperhatikan suasana akhirnya angkat bicara, “Bun, yang jadi CEO siapa?”

“Bunda. Bunda jadi CEO sampai kamu lulus kuliah.”

“Vern, tandanya kamu harus lulus tepat waktu.” Jisoo tertawa melihat ekspresi Vernon saat ia mendengar kata lulus.

“Baik, Josh.”

Mrs.Chwe mengalihkan pandangannya dan menatap Seokmin, “apa Joshua punya anak?”

Seokmin mengangguk, “Iya, namanya Sunoo.”

“Ajak dia kesini ya, saya mau ketemu cucu saya.”

“Dengan senang hati.”

sunoo pov

Waktu aku kecil aku selalu penasaran gimana rasanya punya keluarga yang lengkap, gimana rasanya ngerayain ulang tahun sama orang tua dan temen-temennya. Sampai akhirnya waktu aku mau masuk sekolah, ada dua orang laki-laki dateng ke panti dan bilang ke aku katanya mereka orang tua baru aku, aku seneng banget sampe-sampe aku nangis dipelukan kedua laki-laki itu. Kedua laki-laki itu namanya Seokmin dan Jisoo. Mereka keliatan sayang satu sama lain, aku bisa liat itu.

Aku dibawa pulang ke rumah mereka, rumahnya kecil tapi nyaman banget. Mereka bilang aku boleh panggil mereka papa dan papi, jadi sekarang aku punya papa Seokmin dan papi Jisoo!

Aku dari dulu jarang ketemu papi soalnya papi sibuk kerja, papa juga sih tapi papa gak sesibuk papi. Kata papa kerjaan papi tuh keren banget, gak semua orang bisa kerja kaya papi. Waktu itu papa bilang kalau papi bisa terbang yang langsung dipukul sama papi, aku ketawa aja soalnya aku gak percaya sama papa, emangnya papi superman?

Ternyata papa bener, papi bisa terbang karena papi bisa ngendarain pesawat. Semenjak itu aku selalu minta papi untuk ikut kerja yang selalu ditolak papi, kata papi nanti kita terbang bareng-bareng kalau udah liburan sekolah.

Suatu hari aku dibangunin papi sekitar jam 5 disuruh solat subuh dan siap-siap ke sekolah. Pas aku udah rapih aku liat papi juga udah rapih pake seragam pilotnya, papi makin gagah dan ganteng pokoknya gak heran papa sayang banget sama papi, kalau papa gak usah ditanya papa masih pake kaos kegedean sama celana boxer masih keliatan ngantuk tapi tangannya sibuk siapin sarapan dan bekal buat aku dan papi. Papi bilang kalau papi pulangnya lama gak kaya biasanya, biasanya papi pulang paling lama 3 hari kemudian tapi kali ini papi izin seminggu gak pulang. Kata papi, papi kali ini pergi ke Paris bareng om Soonyoung—sahabat papi. Katanya papi sama om Soonyoung punya janji buat keliling eropa bareng-bareng dan kebetulan papi ditunjuk buat jadi pilot ke Paris, dan om Soonyoung dengan sukarela menjadi co-pilot papi katanya om Soonyoung biar bisa ke Paris tapi gak bayar malahan dibayar. Om Soonyoung itu baik banget, aku pengen punya sahabat kayak om Soonyoung tapi kata papa kalau mau punya sahabat kayak om Soonyoung aku harus sebaik papi dulu makanya aku berusaha jadi orang baik biar punya sahabat kaya om Soonyoung.

Yang aku gak tau, papi dan om Soonyoung gak pernah sampai ke Paris. Papi dan om Soonyoung terbang jauh dimana aku gak bisa dateng kesitu.

Aku inget banget waktu itu aku lagi belajar bahasa inggris sama mrs. resna, tiba-tiba wali kelasku dateng dan bilang aku harus kemasin barangku karena papa udah jemput aku, aku bingung banget kok papa jemput aku padahal belum jam pulang sekolah? Tadinya aku mau nanya ke papa, tapi ngeliat papa yang mukanya sedih aku ngurungin pertanyaanku. Sampai di rumah aku makin bingung kok rumah rame banget, ada grandma, grandpa, om han, om cheol dan ada bang ican juga semuanya nangis aku makin bingung kenapa nangis. Papa jelasin ke aku kalau pesawat papi jatuh, disitu aku paham berarti papi udah gak ada. Aku nangis, aku gak mau kehilangan papi, kalau papi gak ada yang bikinin aku susu tiap malem siapa? Kalau papi gak ada yang marahin papa kalau lagi jail ke aku siapa? Waktu aku nangis papa peluk aku sambil elus-elus punggung aku dan minta maaf aku gak ngerti kenapa papa minta maaf, padahal itu bukan salah papa. Anehnya aku gak pernah liat papa nangis.

Papa gak kerja selama sebulan, ngurusin pemakaman papi, waktu peti papi dikubur aku ketemu om Jihoon–tunangan om Soonyoung. Om Jihoon matanya merah dan gak berenti nangis waktu peti om Soonyoung dikuburin, ada Papa yang nenangin om Jihoon waktu itu dan ada temen om Jihoon yang aku gak kenal dia baik banget bantu om Jihoon dan papa ngurusin pemakaman papi dan om Soonyoung.

Selama sebulan itu, aku diantar jemput ke sekolah sama bang ican, aku suka dianter jemput sama bang ican soalnya bang ican suka jajanin aku ice cream. Bang ican bilang ke aku kalau kangen papi bisa liat ke langit, katanya papi ada disana. Makanya tiap kali aku ditanya hobinya apa aku jawab ngeliat langit yang langsung diketawain temen-temen aku, padahal mereka gak tau kalau aku lagi ngobrol sama papi diatas sana.

Waktu itu aku pernah nanya ke bang ican, aku pernah liat papa nangis waktu jam 3 pagi, waktu itu aku mau ke toilet dan liat papa lagi nangis sambil liatin foto papi tapi paginya aku liat papa gak keliatan kayak abis nangis, papa keliatan ceria. Bang ican bilang itu karena papa harus keliatan tegar dan kuat di depan aku. Aneh. Papa kenapa gak nangis depan aku aja? Padahal aku mau peluk papa waktu papa nangis kayak yang sering papa lakuin ke aku.

Oh iya sekarang aku lagi di indomaret depan les musik, lagi nungguin papa katanya mau jemput aku tapi udah sejam papa gak ada kabar, aku mulai bete. Pokoknya aku mau marahin papa.

Eh itu dia mobil papa, papa langsung buka jendela dan bilang aku duduk di belakang aja. Tuhkan aneh padahal biasanya duduk di depan, tapi yaudah aku turutin aja.

Pas aku buka pintu aku kaget banget, ada papi di kursi belakang sambil senyum manis ke aku dan ngerentangin tangan tanda mau kasih aku pelukan. Aku nangis dan langsung peluk papi, papi ikutan nangis sedangkan papa ketawa aja di kursi depan tapi aku liat papa hapus air matanya.

“Papiiii, sunoo kangen papi.”

“Maafin papi ya sunoo.”

“Papi gak salah jadi papi gak perlu minta maaf.”

Aku gak mau lepasin pelukan sama papi, sampe papa sindir aku tapi aku gak peduli, aku mau peluk papa. Aku baru inget, berarti tadi papa telat karena jemput papi dulu ya? Kalo gitu aku telat dijemput seharian juga gak masalah asalkan ada papi yang jemput aku bareng papa.

“Soo, kita ke rumah mingyu dulu ya. Ambil baju Sunoo.”

Oh iya aku baru inget tadi aku dianter kak Seungkwan ke tempat les karena aku nginep dirumah om Mingyu dan om Wonwoo semalem.

“Iya, seok.” Suaara papi masih sama kayak dulu, lembut dan menenangkan. Kesukaan aku.

Sesampainya di rumah om Mingyu, aku, papa dan papi langsung turun tapi papi keliatan bingung banget dan ngumpet dibelakang papi. Padahal dulu papi deket banget sama om Wonwoo, karena papa dan om Mingyu suka main bareng.

“Assalamualaikum ming.”

“Waalaikumsalam.”

Om Mingyu yang bukain pintu buat kita dan om Mingyu langsung mematung pas liat ada papi. “Kak Jisoo?” Papi cuma dadah-dadah aja.

“Ayo masuk.”

Begitu aku masuk, aku langsung salim ke om Wonwoo dan bilang aku sama papa dan papi mau ambil baju. Om Wonwoo bingung pas aku nyebut papi tapi gapapa wajar, aku juga masih bingung.

Aku ngeliat om Wonwoo langsung lari meluk papi sambil bilang “kak jisoo, aku kangen banget”, papi keliatan kaget dan bingung tapi papi bales pelukan om Wonwoo.

Aku diajak kak Seungkwan ke kamarnya tapi aku sempet denger papa bilang papi kena amnesia. Pas aku tanya ke kak Seungkwan kata kak Seungkwan amnesia itu lupa ingatan. Tapi kok papi inget aku dan papa? Apa seminggu belakangan ini papa pulang larut malam karena bantu papi buat inget aku lagi? Kalau kayak gitu aku gak masalah ditinggal papa pulang larut selama itu artinya papi inget aku.

Pokoknya aku seneng banget hari ini, sepulangnya dari rumah om Mingyu aku, papa dan papi makan malem di restoran korea favorite Papi dan aku makin seneng pas tau papi tidur di rumah. Papi malem ini tidur sama aku, aku bisa peluk papi semaleman. Ya walaupun papa drama dulu sih katanya papa juga kangen sama papi dan mau ikut aku tidur bareng papi tapi aku gak mau, kemarin kan papa dan papi sudah sering ketemu sekarang waktunya aku cerita semuanya ke papi.

Menurut semua orang yang kenal Seokmin, Seokmin itu gak punya kelemahan. Tapi yang semua orang gak tau adalah kelemahan Seokmin itu hadir dalam sesosok pria bertubuh kecil bernama Hong Jisoo.

Kaya sekarang ini nih, dia udah di depan kamar Joshua, iya sesampainya di rumah Joshua yang luas banget itu Seokmin langsung diarahkan oleh Chungha—asisten pribadi Joshua untuk langsung ke kamar Joshua. Ketuk dulu kali ya?

“Masuk aja.” Ucap seseorang di dalam kamar tersebut, feeling Seokmin sih Joshua tau kalau Seokmin daritadi di depan kamarnya.

“Halo?” Sapa Seokmin setelah ia membuka pintu didepannya.

“Duduk dulu ya, pak Seokmin. Saya masih ada urusan sebentar.”

Senyum Joshua persis sekali seperti senyum yang dulu Seokmin sering lihat.

“Saya gak tau kamu suka minuman apa, jadi minumannya saya siapkan semuanya.” Ucap Joshua sambil duduk didepan Seokmin.

“Oh? Makasih Joshua, gak perlu repot-repot kok.”

Hening.

Jujur saja Seokmin masih penasaran kenapa Joshua mengajaknya bertemu, bukannya kemarin dia kekeuh berkata bahwa dia Joshua bukan Jisoo? Tapi rasa penasaran itu kalah tiap kali Seokmin melihat sosok Joshua didepannya.

“Jadi alasan saya diajak ketemu itu apa ya?”

Jisoo tersenyum manis, “kemarin kamu bilang ke saya kalau kamu punya bukti bahwa saya itu jisoo, boleh saya liat buktinya?

Seokmin mengerutkan dahinya, “kalau kamu ngerasa kamu bukan jisoo, kenapa saya harus repot-repot nunjukkin bukti itu?”

Joshua menghela nafasnya, “nanti saya beritahu, saya ingin memastikan sesuatu saja. boleh?”

Alih-alih menjawab Seokmin malah mengeluarkan handphonenya dan menunjukkan foto pernikahan Seokmin dan Jisoo 10 tahun lalu.

“Itu saya dan Jisoo, 8 tahun lalu.”

“Mirip dengan saya. Persis.”

“Boleh saya tau kenapa kamu penasaran?”

Joshua menyandarkan tubuhnya, sedang mempertimbangkan apakah ia harus memberitahu dan mempercayai lelaki didepannya.

“Mr. Chwe, bukan ayah kandung saya.”

“Maksudnya?”

“Dengarkan saya dulu, setelah itu kamu bisa pertimbangkan apakah saya lelaki yang kamu cari atau bukan.”

Seokmin menganggukan kepalanya, “okay?”

“6 tahun yang lalu saya ditemukan Mr.Chwe dalam keadaan pingsan dan bertelanjang dada di pesisir pantai yang jauh dari sini, saya dibawa ke rumah sakit terdekat dan disana saya dinyatakan amnesia. Saya tidak ingat siapa keluarga saya bahkan saya tidak ingat nama saya sendiri. Mr. Chwe menamakan saya Joshua karena di tangan saya tertulis Joshua.”

“Makanya kamu penasaran pas saya bilang kalau saya kenal kamu?”

Joshua menganggukan kepalanya, “saya ingin bertemu keluarga saya yang sebenarnya, ayah sudah berusaha semampunya mencari keluarga saya tapi tidak menemukan hasil apapun. jadi ia merawat saya sampai sekarang.”

“Kalau saya bilang kamu itu Jisoo apa kamu percaya?”

“Saya tidak tahu, Seokmin. Tapi melihat foto yang kamu tunjukkan barusan membuat saya sedikit percaya kepada kamu.”

“Boleh saya berbicara?”

Jisoo menganggukan kepalanya, “silahkan.”

“Hong Jisoo adalah suami saya, saya menikah dengannya 8 tahun lalu.”

Seokmin menggeserkan layar handphonenya dan menunjukkan Joshua sebuah foto yang berisi 2 orang dewasa dan 1 anak kecil berusia 9 tahun, “saya dan jisoo mengadopsi seorang anak setelah kami menikah.”

“Anak?”

“Iya, kalau kamu hong jisoo saya cuma mau bilang kamu punya anak yang butuh kasih sayang kamu.”

Joshua memijat keningnya, merasa pusing dengan ucapan dari lelaki didepannya, “Seokmin?”

“Iya?”

“Saya tidak pernah tau keluarga saya siapa dan dimana. Kalau saya adalah Hong Jisoo, kamu bisa bantu saya untuk ingat tentang saya dan keluarga saya?”

“Mau jisoo, dengan senang hati.”

“Terima kasih.”

Seokmin menunjukkan foto Jisoo yang ada di dompetnya, “ini kamu. ingat?”

“Itu aku?”

Seokmin tersenyum melihat ekspresi terkejut Joshua, “Iya.”

“Dulu aku pilot?”

“Iya, pilot yang hebat.”

“Wow.”

“Kenapa? Kamu gak percaya?”

Joshua menggelengkan kepalanya, “saya takut ketinggian.”

“Oh?”

“Seokmin, kalau saya benar-benar Jisoo, saya siap meninggalkan keluarga Chwe dan pulang sama kamu.”

Seokmin terkejut mendengar ucapan Jisoo barusan, “beneran?”

“Iya, Ayah dan Bunda Chwe pasti senang mendengarnya. Ayah selalu bilang kalau aku menemukan keluargaku maka aku harus pulang karena disitulah seharusnya aku berada. Bunda Chwe pun begitu, tapi Seokmin banyak urusan yang harus saya kerjakan sebelum saya pulang bersama kamu. Kamu bisa menungguku sebentar?”

Seokmin menganggukan kepalanya, “take your time, jisoo.”

Sumpah demi Tuhan Seokmin ingin mencaci maki atasannya, iya sih posisi Seokmin sekarang sudah menjadi bos besar dan gajinya juga naik 3 kali lipat tapi Seokmin lupa kalau naik posisi berarti bertambah pula pekerjaan dan tanggung jawabnya. Kaya sekarang ini nih jam 8 pagi Seokmin sudah sampai di gedung Chwe, ia sebagai perwakilan kantornya untuk rapat besar mengenai kerja sama antara Pledis corp, perusahaan Chwe dan kantor Seokmin–Seventeen corp. Sialnya Seokmin hanya sarapan satu buah roti karena ia kesiangan dan ia harus mengantar Sunoo ke sekolah barunya.

Rapat sudah berjalan hampir 4 jam, perwakilan dari perusahaan Chwe bukan bos besar seperti Seokmin maupun perwakilan dari Pledis corp, katanya Mr. Joshua sedang ada urusan penting sehingga tidak bisa menghadiri rapat. yaelah siapa si mr joshua? sok penting amat, batin Seokmin.

Akhirnya setelah duduk dan menggunakan otaknya selama 4 jam rapat selesai juga. Seokmin buru-buru keluar dari ruangan untuk mencari makan siang sebelum ia kembali ke kantornya yang lumayan jauh dari tempat ia sekarang.

Brak

“Maaf, saya tidak lihat.” Ucap Seokmin sambil mengambil handphonenya yang jatuh

“Tidak apa-apa, maaf juga saya ceroboh.” Jawab lelaki yang ditabrak Seokmin barusan

Seokmin mengadahkan kepalanya, berniat untuk melihat sosok yang tidak sengaja ia tabrak.

“Jisoo?”

Pria didepannya tersenyum manis, “Maaf anda salah orang, saya Joshua.”

Seokmin tidak percaya dengan ucapan lelaki tersebut, “Kamu jisoo, kamu gak inget aku?”

Pria tersebut menatap kearah pengawalnya, matanya seperti meminta tolong.

“Maaf anda salah orang, ini kartu nama saya.”

Seokmin buru-buru mengambil kartu nama yang diberikan Joshua dan ia memberi Joshua kartu nama miliknya.

“Saya permisi, Pak Seokmin. Selamat siang.” Ujar Joshua lalu pergi meninggalkan Seokmin yang masih mematung.

“Jisoo, aku punya bukti kalau kamu Hong Jisoo. Hubungi aku kalau kamu berubah pikiran.”

Bersamaan dengan ucapan Seokmin barusan pintu lift yang dinaiki Joshua tertutup.

08.15 am

Sunoo menuruni rumahnya, terdengar alunan lagu dari band THE 1975 dari ruang tengah yang sengaja dipasang oleh Seokmin–seperti biasa, Seokmin selalu memasang lagu ketika ia menyiapkan sarapan atau membersihkan rumah.

“Pagi pa.” Sapa Sunoo

“Pagi sayang, ini papa buatin bubur ayam kesukaan kamu. Abis makan dicuciin ya kak piringnya.”

“Oke pa. Makasih banyak yaa.”

Kegiatan Sunoo dan Seokmin di minggu pagi adalah membersihkan rumah, Sunoo menyapu rumah dan menyiram tanaman sedangkan Seokmin bagian mengepel.

“Kak, jam 10 kita kerumah grandma ya.”

“Ke makamnya sama grandma grandpa pa?”

“Iya sayang, bareng om han juga.”

“Oke. Aku udah siapin bunganya.”

“Wiiih bunga apa tuh?”

“Tebak doong.”

“Matahari?”

“KOK TAU SIHHHH.” Ujar Sunoo dengan mengerucutkan bibirnya.

“Papi kan suka bunga matahari, pasti kamu beliin itu lah.”

“Sebel ah.”

Seokmin tertawa melihat anak semata wayangnya yang makan bubur dengan bibir mengerucut.

10.27 am

“Nanti gak usah turun dulu ya kak, biar papa aja yang turun. Kamu tunggu mobil aja.”

“Papa jemput grandma sama grandpa dulu?”

“Iya laah, nanti biar kita langsung ke makam papi.”

“Oke.”

11.22 am

Mobil Seokmin berhenti di salah satu rumah berwarna putih yang sering ia datangi 18 tahun belakangan.

“Assalamualaikum ma, pa.” Ujar Seokmin sambil membuka pintu rumah tersebut.

“Waalaikumsalam nak, langsung berangkat aja yuk biar gak kesorean.”

“Iya pa, Sunoo nunggu di mobil tuh.”

“Han udah jalan? Mama sms dia belum dijawab.”

“Udah ma, kayaknya lagi di jalan tadi sebelum Seokmin berangkat Han nelpon Seokmin bilang ketemu disana aja.”

“Ooh yaudah ayo buruan.”

12.00 pm

Seokmin melangkahkan kakinya secara perlahan, selalu terasa berat tiap kali ia mengunjungi tempat ini. Ada perasaan sesak di dadanya tiap kali ia melihat nama yang tertulis di nisan berwarna putih, Hong Jisoo.

“Assalamualaikum papi, Sunoo bawain papi bunga matahari nih.” Ujar Sunoo sambil menaruh bunga matahari yang ia beli kemarin sore.

“Tau gak soo? Sunoo beli sendiri loh bunganya, mana dia rahasiain dari aku lagi. Marahin ya soo masa dia mau rahasia-rahasia sama papanya.”

“IH BOONG PI. Jangan marahin Sunoo ya pi.”

Jeonghan tertawa melihat Seokmin dan Sunoo yang berbicara di depan makam adiknya, “Halo Jisoo, Sunoo mau nginep di rumah gue loh seminggu. Jangan khawatir ya soo, gue kasih anak lo makan 4 sehat 5 sempurna kok.”

Ada isak tangis yang keluar tiap kali orang tua Jisoo mengunjungi makam anak bungsunya. Papa Hong yang tidak pernah mengeluarkan sepatah kata pun, tapi diam-diam selalu mendoakan. Mama Hong yang selalu membawa berbagai jenis bunga agar makam anaknya terlihat indah.

“Parah nih kakakmu soo, masa anakmu tadinya mau nginep di rumah mama gak dibolehin.” Sahut mama Hong

“Gak gitu ma, kan biar mama gak repot. Jisoo juga gak suka ngerepotin mama kan?” Ujar Jeonghan dengan tangan mengelus pundak mama Hong.

“Soo, tenang aja ya. Sunoo di rumah gue aman kok. Bisa main ps sama Ican. Lo jangan khawatir ya.” Ujar Seungcheol—Suami Jeonghan.

Sunoo tersenyum manis mendengar ucapan yang keluar dari orang tersayangnya, “Liat pi, banyak yang sayang sama aku. Jadi papi gak usah khawatir ya.”

Walaupun Seokmin berbicara dan sering mendatangi makam Jisoo, di hatinya yang terdalam Seokmin yakin Jisoo masih hidup diluar sana. Pasalnya, di dalam kuburan yang tiap minggu ia datangi hanya berisi peti kosong karena tubuh Jisoo dan seluruh penumpang pesawat tidak pernah ditemukan.

Mingyu tau ada yang berbeda dari bagaimana cara Seokmin melihat Jisoo. Ada sesuatu disana yang Mingyu tidak bisa pahami. Begitu pula dengan cara Jisoo memandangi Seokmin, si mahasiswa ini terlihat seperti anak anjing yang memandang pemiliknya.

“Loh kirain Jeonghan doang yang mau kesini?” tanya Mingyu

“Hehehe saya diajak Jeonghan pak.” Jawab Jisoo dengan menggaruk kepalanya

Jeonghan memutar bola matanya, “Bohong, lo kan tadi yang maksa mau nganterin gue kesini.”

Ada senyum kecil di bibir Seokmin saat mendengar ucapan Jeonghan barusan.

Mingyu lihat itu. Mingyu lihat bagaimana Seokmin tersenyum kecil seolah-olah tau makna dibalik ucapan Jeonghan barusan dan Mingyu juga dapat melihat Jisoo yang tersenyum malu saat matanya tidak sengaja bertemu dengan mata Seokmin.

“Jeonghan sini saya lihat berkas yang kamu bawa.”

“Ini pak.”

Jisoo juga bingung kenapa dia mau mau saja menemani Jeonghan kesini padahal ia bisa saja pergi ke kantin dan makan bersama Bona.

“Jisoo, kesini sebentar saya mau nanya tentang mata kuliah.” Panggil Mingyu

“Iya pak.”

Jisoo sempat melirik Seokmin sebelum akhirnya ia menghampiri Mingyu. Sayangnya Seokmin terlalu fokus berbicara entah mengenai apa dengan Jeonghan.

Sudah 1 jam dan Jeonghan belum selesai berbicara dengan Seokmin. Urusan Jisoo dan Mingyu sudah selesai dan Mingyu sudah pergi mengajar. Jadi sekarang Jisoo duduk di sofa ruangan Mingyu memainkan handphonenya berusaha menghubungi Bona dan berniat menghampirinya. Jisoo bosan, ia menemani Jeonghan dengan tujuan bisa mengobrol dengan Seokmin dan sayangnya Seokmin sibuk mengobrol dengan Jeonghan.

“Oh gitu aja pak? Makasih banyak pak, nanti gue nanya lagi gapapa kan ya?”

“Iya boleh kok, kalo masih ada yang bingung lo bisa tanya gue ya.”

Jisoo yang mendengar pembicaraan barusan langsung menolehkan kepalanya, “hah? lo gue?”

“Han kok lo ngomong lo gue ke pak Seokmin?”

Seokmin tertawa melihat ekspresi bingung Jisoo, “Saya yang minta.”

Jisoo melirik Jeonghan yang menganggukan kepalanya, “Gak usah cemburu, soo.”

“APAAN.”

“Pak udah makan siang belum? Mau gabung sama kita gak? Kebetulan Jisoo pengen makan mie ayam depan kampus.” Ajak Jeonghan

Jisoo memutar bola matanya, “Sumpah ya lo han.”

“Hahaha gak usah, nanti gue mau makan sama Mingyu. Lain kali aja.” Tolak Seokmin dengan sopan

“Oh yaudah, duluan ya pak.” ujar Jeonghan sambil meninggalkan ruangan

“Jisoo?” panggil Seokmin

“Iya mas?”

“Aku kirim gopay buat kamu makan siang.”

“Gak usah, aku masih ada uang.”

“Gapapa, uang kamu simpen aja buat keperluan kamu nanti.”

“Makan juga keperluan aku kali, gak usah ya mas ya?”

“Terima aja ya cil?”

“CIL??????”

“Iya, aku panggil kamu cil soalnya badan kamu kecil banget.”

“KAMU NGELEDEKIN AKU?”

Seokmin tertawa melihat Jisoo dengan muka marahnya, “Enggak kok, udah sana makan ditungguin Jeonghan tuh.”

Jisoo mengerucutkan bibirnya, “Jangan lupa makan ya mas.”

“Iya, cil.”

Jisoo terkejut waktu melihat Seokmin juga memakai jaket jeans, outfit mereka berdua sangat mirip.

“Kalo boleh tau ini mau jemput siapa ya pak?”

“Anaknya temen saya, saya udah janji mau ajak dia main ke GI. Makanya waktu kemarin kamu bilang mau balas budi ke saya ya saya pikir kenapa gak sekalian aja ajak kamu?”

Jisoo menganggukan kepalanya, “ooh gitu.”

“Nanti dia duduk di belakang kok tenang aja.”

“Its okay pak, emang umurnya berapa ya?”

“Saya lupa umur berapa tapi dia baru mau masuk SMP. Namanya Ican.”

“Oooh gitu.”

Mobil yang ditumpangi Jisoo memasuki area apartemen mahal di kawasan distric 8 SCBD, Langham Residence kalau Jisoo tidak salah harga satu unitnya bisa mencapai 30+ miliar rupiah.

“Temennya Pak Seokmin orang kaya semua? Minder.”, batin Jisoo.

Di depan pintu masuk Jisoo melihat ada satu laki laki sepertinya seumuran pak Seokmin dan ada anak kecil disampingnya.

Tin tin

Seokmin membuka kaca mobil disisi Jisoo, “Bang Cheol langsung aja kali ya takut macet?”

“Oit seok, iya. Titip ican ya.”

Ican langsung membuka pintu mobil di bagian belakang, “Pagi om seokmin”

“Pagi sayang, kenalan dulu sama adiknya om Seokmin namanya Kak Jisoo.”

Ican tersenyum sambil menatap Jisoo yang sedaritadi menatapnya, “Halo kak jisoo, aku ican.”

Jisoo tersenyum manis, “halo ican.”

“Bang Cheol itu kerja di pledis corp, inget gak waktu kamu ke kantor saya 3 gedung samping kantor saya itu pledis corp.”

Jisoo berusaha mengingat-ingat gedung yang dimaksud oleh seokmin.

Sesampainya di Grand Indonesia, mereka bertiga langsung menuju tempat bermain dan sambil menunggu ican bermain, seokmin dan jisoo menunggu di bangku yang disediakan.

“Mamanya ican meninggal pas ican kelas 2 SD.”

“Oh?”

Jisoo ingin menanyakan penyebab mama ican meninggal, tapi ia tau kalau ia tidak punya hak untuk menanyakan alasan tersebut.

“Iya, bang cheol sama istrinya tabrakan mobil waktu mau jemput ican ke sekolahnya. Yang selamat cuma bang cheol.”

Jisoo menganggukan kepalanya, menatap Ican dengan iba, “Oooh gitu.”

“Makanya bang cheol sempet cuti S3 buat ngurusin ican sambil kerja. Alhamdulillah udah selesai 1 tahun setelah saya selesai.”

“Keren juga ya pak cheol.”

“He is.”

Setelah Ican selesai bermain, Seokmin mengajak Jisoo dan Ican untuk makan di salah satu restoran yang ada di mall tersebut.

“Kak Jisoo adiknya om Seokmin? Kok aku baru liat ya om?”

Seokmin tertawa mendengar pertanyaan dari mulut Ican, “Bukan adik kandung, Can. Kak Jisoo itu murid om waktu om ngajar di kampus. Sekarang udah om anggep adik om sendiri.”

“Kan kalau adik berarti saudara dong kayak Seungkwan dan Yena?”

“Iya, tapi ada loh yang bukan saudara bisa jadi kakak-adik kayak om sama kak Jisoo.”

“Oh gitu.” ujar Ican dengan menganggukan kepalanya “aku juga mau punya adik deh om.” lanjut Ican

Seokmin hanya tersenyum tanpa menjawab ucapan Ican barusan.

“Kak Jisoo.” Panggil Ican

“Iya, Can?”

“Kak Jisoo manis deh.”

Jisoo tersenyum malu mendengar pujian dari mulut anak kecil yang baru saja ditemuinya, “Makasih ya Ican, Ican juga manis kok.”

“Kata mama aku ganteng.”

“Betul, Ican ganteng.”

• Jisoo pov

Sudah seminggu Jisoo tidak bertemu dengan Seokmin, seminggu belakangan Jisoo menjadi lebih sibuk dari biasanya. Terima kasih ke dosen dan kantor tempat magang Jisoo yang seperti tahu kalau Jisoo sedang patah hati dan butuh menyibukkan diri.

Kalau ditanya apa ada yang berbeda dari biasanya maka jawabannya iya, Jisoo yang biasanya di jemput Seokmin tiap hari selasa dan jumat untuk minggu ini Jisoo sama sekali tidak dijemput oleh Seokmin ya walaupun Seokmin mengirimkan saldo gopay agar Jisoo bisa pulang naik gojek daripada Jisoo naik kereta dan transjakarta yang akan membuatnya menjadi lebih lelah dan biasanya juga tiap malam Seokmin akan menelepon Jisoo dan menyanyikan sebuah lagu agar mengobati rindu sedikit.

Sekarang malam minggu dan Jisoo sedang menunggu kedatangan Seokmin, seperti katanya minggu lalu ia akan datang sabtu malam dan Jisoo harap Seokmin tidak ingkar.

“kak, gue di depan ini engga ada orang di rumah ya? kok gerbangnya digembok?”

Setelah membaca pesan dari Seokmin, Jisoo buru-buru membukakan gerbang untuknya, Jisoo melihat Seokmin terlihat biasa saja dan sama sekali tidak terlihat wajah tegang di mukanya. Apa cuma gue Jisoo deg-degan?”, batinnya.

Setelah menuntun Seokmin untuk masuk ke kamar baik Jisoo maupun Seokmin tidak ada yang mau memulai pembicaraan, Jisoo bisa melihat Seokmin sibuk memainkan handphonenya sepertinya ia sedang mengirimkan pesan untuk seseorang yang Jisoo tidak tahu siapa.

“Kak?”

“Iya?”

“Seminggu kemarin ada yang bikin kesel gak?”

“Hah?”

“Udah seminggu gak ketemu, ada yang mau lo ceritain gak?”

“Oh? Engga ada kok.”

Bohong. Banyak sekali yang pengen Jisoo ceritakan kepada lelaki di depannya, mulai dari dosen yang seenaknya menyuruh Jisoo revisi tugas dan bagaimana atasan di kantor menyuruh Jisoo lembur secara tiba-tiba, belum lagi waktu makan siang kemarin di kantin kantor ada yang menyenggol minuman Jisoo sehingga baju dan celananya basah total.

“Oh gitu.”

“Kalo kamu Seok?”

“Banyak, tapi nanti aja kali ya ceritanya. Ada yang lebih penting.”

“Iya.”

Hening.

“Kak?”

“Iya?”

“Capek gak?”

“Capek.”

“Mau peluk?”

Jisoo menganggukan kepala dan Seokmin langsung menghampiri dan menarik Jisoo kedalam pelukannya.

“Maaf ya kak kalau lo capek dan gue gak ada disitu.”

“Not your fault.”

Seokmin melepaskan pelukannya dan duduk di depan Jisoo, “kak? udahan yuk?”

Gimana?

Apanya yang udahan?

Jisoo menggelengkan kepala, “Gak mau.”

Jisoo yakin Seokmin tidak mendengar jawaban yang keluar dari mulutnya, pasalnya suara Jisoo sangat kecil dan entah sejak kapan matanya mulai berair.

“Kok geleng?”

“Gak mau, Omin. Gak mau putus dari Seokmin.”

Jisoo menunduk, ia tidak mau Seokmin melihatnya menangis.

“Loh? Kok putus?”

“Tadi omin bilang mau udahan.”

Seokmin tertawa mendengar ucapan Jisoo, “bukan udahan itu kak.”

“Udahan yuk berantemnya?”

Jisoo mendongakkan kepalanya, “Hah?”

“Yee siapa juga yang mau putus dari lo kak. Gue mana sanggup sih kalau hidup gak ada lo?”

“OMIN IH”

Seokmin tertawa melihat muka Jisoo yang basah karena menangis, “jelek dah lu nangis segala.”

“Kak?”

“Iya?”

“Kalau sewaktu-waktu aku minta untuk pergi, tahan aku ya?”

“Iya.”

“Ingetin aku ya kak, kalau rumah dan tempat aku pulang itu kamu.”